Tuesday, July 27, 2010

Belajar di Bantar Gebang




Sabtu dua minggu lalu saya, Yoppie dan Rian mengunjungi Sekolah Dasar (SD) Dinamika Indonesia, Kelurahan Ciketing Udik, Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat.



Di jalan besar dekat pos penjagaan Tempat Pembuangan Akhir Bantar Gebang, kami bertemu dengan Nasrudin Mu’anis, Kepala Sekolah Dinamika. Saat itu beliau sedang dalam perjalanan berkendara mengurus surat pindah salah seorang anak muridnya.“Kami baru seminggu ini pindah mbak, gedung sekolahnya baru tak jauh dari sini. Silahkan masuk nanti saya susul, “ ucap pak Nas sedikit samar karena memakai masker sapu tangan. Setelah melewati pemukiman warga yang berprofesi sebagai pemulung, akhirnya kami menemukan bangunan 2 lantai bercat warna putih ungu donasi sebuah lembaga swadaya masyarakat asing. Bau menyengat perlahan memudar.

Kami disambut Bu Rini yang dengan sangat bersemangat bercerita tentang gedung barunya. Diharapkan nantinya kegiatan belajar tidak dilaksanakan secara bergiliran seperti beberapa saat yang lalu ketika menempati bangunan lama dengan 2 ruangan kelas.



Meski demikian, masih banyak hal yang diperlukan untuk sekolah ini. Selain tenaga pengajar yang hanya berjumlah 5 orang, sarana belajar dan mengajar belum lengkap. Meja dan kursi baru tersedia untuk kelas 1 dan 4 dari 6 kelas yang ada. Ketersediaan atas buku ajar pun masih memprihatinkan. Satu buku ajar dipakai setidaknya oleh 3 sampai 4 anak. Tidak heran bila mereka terbiasa menulis dengan posisi buku miring 90 derajat dan belajar ala lesehan. Miris mendengar seorang murid perempuan mengeluh dadanya sakit setelah terlalu lama terkurap saat mengerjakan tugas IPS. Inilah salah satu potret pendidikan Indonesia.

Thursday, July 8, 2010

Jakarta [Dalam Tiga Purnama]




Sudah hampir 4 purnama saya di Jakarta. Menempati sebuah ruang mini di bilangan Karet yang kata seorang teman mirip kandang merpati. Saya menyebutnya Karet Permai. Selain 12 kucing yang memang diberi minum susu bendera oleh Mbak tetangga kos saya, setiap hari setidaknya ada 2 kali fashion show diatas genteng kamar seberang. Peragawan dan peragawatinya adalah 3 ekor musang awalnya ditenggarai bapak, ibu dan anak.



Purnama kedua lalu saya membuka pintu dan melihat purnama. Bulannya sedikit samar karena efek udara yang kurang bagus, hawa panas seminggu terakhir dan tentu saya filter UV pada lensa. Sedikit berbeda dengan kebiasaan saya di Jogja yang melihatnya dari sumur belakang rumah atau menyelinap di resto Candi Prambanan.



Meski tidak ada keluarga, disini saya punya banyak sahabat, teman dan saudara baru. Mereka bergantian mengajak jalan-jalan ke kawasan Kota, Sunda Kelapa, Museum dan beberapa tempat lainnya. Menikmati aroma khas bus Transjakarta dengan pemandangan umum kabel-kabel earphone yang menempel di telinga atau sekedar menumpang Bajaj yang ngebutnya luar biasa. Temani saya bermain di Jakarta !