Slama dunia masih berputar, perbedaan tak pernah pudar.
Terbawa keangkuhan manusia, tak ingin berbagi rasa.
Bukalah mata hati kita, bayangkan masa depan dunia.
Bersatu padu untuk melangkah, demi meraih harapan, dunia yang indah.
Reff.
Bayangkanlah kita semua, berjalan bersama, menuju hidup damai sejahtera.
Sempatkanlah untuk melihat disekitar kita, ada kesenjangan antara manusia.
Lihat sekitar kita.
Adakah setitik bahagia,yang tersimpan dihati kita.
Bergandengtangan dekatkan hati, raih kebebasan dalam cinta dan kasih.
Back to Reff.
Lihat Sekitar Kita, dipopulerkan oleh Trie Utami
Saya kenal lagu ini tahun 90an, ketika sering diajak bapak nonton pentasnya Kyai Kanjeng feat Trie Utami. Ini adalah lagu kesukaan saya. Favorit bahasa kerennya. Saya ingat, judul lagu ini pernah saya tuliskan di kertas metaplan saat ikut pelatihan CEFIL 18 di Satunama 2006 silam. Tapi waktu itu kalah tenar dengan lagu ”Darah Juang” untuk bersaing menjadi lagu wajib.
Dan akhir-akhir ini, lagu ini saya nyanyikan, meski dengan suara pas-pasan. Maksudnya pas dijalan atas motor dengan helm tertutup J. Pemantiknya ketika ketika tiba-tiba tersadar bahwa semakin banyak jumlah orang berprofesi sebagai peminta di bangjo seputaran Yogyakarta. Saya bukan orang pertama. Hal ini pernah dikiritiki seorang pembaca di Kompas Jogja dalam tulisan berjudul Krida Lumahing Asta di rubrik keliling kota.
Berbagi rasa dengan cara yang tepat adalah satu hal yang susah dicari jawabannya untuk kasus ini. Bagi saya, hal ini sempat menjadi dilema. Dilema lampu merah, tiga menit yang melelahkan batin.
Pemandangan yang membuat miris dan mangkel sering saya jumpai. Misalnya saja yang ada di pertigaan Gelael IAIN Suka beberapa saat lalu. Anak-anaknya mengemis di jalan, sedangkan sang orang tua hanya duduk ngleyeh sambil memberi perintah. ”Kae cepet diparani, kesed banget !” bentak seorang ibu yang jempol tangannya tampak sibuk dengan HP. Si anak yang usianya sekitar 3 tahun pun segera bangkit dengan kaki telanjang berjingkat menahan panas menghampiri motor saya. ”Mbak...,” sapanya sambil menyodorkan gelas air mineral bekas. Gasi kecil ini tampak lelah. Badannya kurus wajahnya tirus.
Saya yakin bahwa semua orangtua pasti ingin anak-anak dan keluarga hidup terkecukupan, tak terkecuali para orangtua ini. Hanya saja, mungkin mereka terlalu pasrah atas tekanan ekonomi yang dihadapi. Lantas memilih berprofesi menjadi peminta dan tak sedikit yang memilih mengkaryakan anak-anaknya berkerja mencari sekeping demi sekeping rupiah di jalanan. Diatas aspal yang kadang sangat panas dan becek. Sebuah selling strategy yang sepatutnya tidak dilakukan.
Menurut saya, simpati dan empati sebenarnya tidak memerlukan strategi ini. Semuanya tergantung hati. Meski kadang hati sendiripun masih membutuhkan waktu berdebat. Tiga menit. Hingga sampai akhirnya lampu berganti warna hijau.
hmmm nice tought
ReplyDeletetetap merasa bahwa belum waktunya mereka bekerja...namun kalah juga hati nurani melihat wajah memelas dengan tangan menengadah dan keringat membanjir di pelipis..:(
potret buram anak indonesia
dia itu bukan orang tuanya Fit, tapi organizer. saya serius, perbudakan anak2 memang sudah mewabah sejak lama di negeri kita.
ReplyDeletekasian anak2 yang diperbudak, demi harta si tamak
ReplyDeletetul mba, tergantung hati dan niat. mau kasih silahkan nga ya monggo. gitu kan?
ReplyDeletekata kang Jalal (Jalaludin Rachmat) dengan kita diam (tidak menghardik atau memaki) dan tidak berprasangka buruk insya Allah sudah mendapat hitungan dua pahala. apalagi ditambah dengan senyuman.
tapi kalau sudah ga ngasih, berprasangka yang macem2 (walau memang dah jelas2 keliatan) dan marah2 pula bukankah kita juga gak lebih baik dari mereka?
iya mbak, miris dan buram. mereka seharusnya sedang sibuk dengan buku PR dan seragam sekolah..
ReplyDeleteAda yang organizer, tp ada juga yang mmg orang tua asli. Pengen berbuat sesuatu yang riil..
ReplyDeleteanak2 berubah jadi robot yang siap diperintah..duh, kasian ya
ReplyDeletebetul mas, ngasih nggak ngasi... kudu ikhlas, tanpa ngrundel dan dengan senyum. simpel yang melegakan.
ReplyDelete