Puluhan kain tenun dipajang dengan digantung di langit-langit rumah. Tenun Gringsing, kain andalah Tenganan berdampingan dengan puluhan kain dari seluruh penjuru Indonesia, seperti tenun Sumbawa, batik Yogya dan Pashmina ala Saudi Arabia.
Ni Wayan Suratmi dan Komang (10th) menyambut saya dengan ramah di rumah yang sekaligus menjadi tempat kerja dan usaha. Sebuah tustel (alat tenun) ukuran kecil yang diletakkan diatas balai-balai kayu bersama mereka siang itu. Ia sedang menyelesaikan sebuah selendang Gringsing yang biasanya ditawarkan dengan harga 400 ribu rupiah.
”Kami sekarang hanya membuat selendang, karena gampang laku dan harganya terjangkau,” ucap Ni Suratmi. Mengingat proses pembuatan tenun Gringsing yang sangat rumit, terutama proses pewarnaan yang memakan waktu paling lama (2-3 tahun), harga kain ini menjadi mahal. Selain itu Tenun Gringsing juga dipercaya mengandung nilai magis. Kata geringsing berasal dan dua kata yaitu gering yang berarti “sakit” dan sing berarti “tidak”. Bila dipadukan akan dapat berarti tidak sakit dan diharapkan si pemakai terhindak dari segala penyakit.
Tenganan siang itu lengang. Maklum, setelah perayaan perang pandan 2 hari sebelumnya, beberapa warganya telah kembali lagi ke tempat tinggal yang berada di luar Tenganan. Beberapa lagi tengah bekerja. Saat Perang Pandan, Tenganan akan dipadati wisatawan baik wisatawan nusantara maupun mancanegara. Sebagai salah satu desa kuno di Bali, atau biasanya disebut "Bali Aga", Tenganan Pegeringsing tumbuh menjadi desa tujuan wisata. Keramahan, aneka tenun ikat kaya warna dan tentu saja pesona desa Bali Aga akan membuat siapa saja betah berlama-lama disana.
apik jeng...
ReplyDeleteKomang selalu tersenyum,anak yang baek...
ReplyDeletepas aku kesini gak ada... :((
ReplyDeleteaku juga punya,hahahaha...
ReplyDeletemusti teliti banget ya...
ReplyDeletepantesan harganya mahal.
pinter milih fg nya
ReplyDeletecuman dipasang setahun sekali bro,pas perang pandan dan dibiarkan selama seminggu abis itu dicabut lagi... :D
ReplyDeletemoto-moto doang, beli nggak?
ReplyDeleteCerita yg menarik begitu juga dgn photo2 human interestnya mbak, Tfs
ReplyDeletekapan kita kesini jeng? post wedd?
ReplyDeleteiya, menyenangkan. sayang kemarin kita nggak lama disana..
ReplyDeleteanda kurang beruntung.. :D
ReplyDeletetp mas andi kan dapet foto payung yang berwarna-warni.. hehehe
pasti lebih bagus..master shadow
ReplyDeleteiya, dan pasti orangnya sabar banget mas..
ReplyDeletetenganan tak bisa lepas dari tenun dan adu ayam.. :D
ReplyDeletebeli, tapi bukan motif grinsing.. pilih yang murah, motif lain yang dimodifikasi sedikit, khas tenganan juga..
ReplyDeletesuwun mas Andi
ReplyDeleteterimakasih, salam kenal.. silakan berkeliling :D
ReplyDeleteaku jg betah disana, tapi gak kuat beli kainnya...
ReplyDeletemantap foto2nya mbak fitri!!
ReplyDeletenice share!
suka bangeeett....
ReplyDeletesuka photo ini. hehe
ReplyDeletehehehe..podo..
ReplyDeletelho ... Komang kok sakit (gring)..?
ReplyDeletemotifnya udah dipatent kan blm ya...? bisa2 ntar kecolongan lagi ...
ReplyDeletemesti telaten bgt ya bikinnya ...
ReplyDeletehats off buat si ibu ... salut!
ReplyDeleteaaahh.... eksotis bgt ....
ReplyDeleteayunan kayu ya.... nyobain naik ga fit? :)
ReplyDeleteiya, tapi dia tidak tampak sakit kok mas.. selalu tersenyum..
ReplyDeletehmm.. wah, sepertinya belum. belum tahu juga pastinya...
ReplyDeleteiya.. telaten dan sabar..
ReplyDeletesayang, kemarin nggak ada laki2 yg bertelanjang dada..
ReplyDeletenggak boleh mas.. hanya untuk warga tenganan..
ReplyDelete