Sunday, September 13, 2009

Bubur Pandak dalam Piring Indonesia




Semua orang pasti mengenal bubur. Selayaknya soto, menu ini hampir bisa ditemui di seluruh tempat di Indonesia. Meski bubur ada dimana-mana, tapi masing-masing pasti punya ciri khas. Seperti bubur atau "jenang lemu" yang disajikan di sebuah masjid peninggalan Panembahan Bodho di dusun Kauman desa Wijirejo kecamatan Pandak kabupaten Bantul.

Bubur ini memang sekilas tanpa biasa. Satu hal yang berbeda adalah waktu dan cara penyajiaannya. Bubur ini hanya disajikan saat bulan Ramadan dan diperuntukkan untuk para warga dusun Kauman dan jamaaah Masjid Sabiilurrosyad. Bubur ini menjadi menu reguler berbuka atau yang biasa disebut ”takjil”.

Setiap harinya Pak Wardano, Takmir Masjid Sabiilurosyad memasak 3 kilo beras yang nantinya akan dapat dinikmati oleh sekitar 70 orang. Rasa gurih ini diperoleh dari santan kental hasil perasan 5 butir kelapa tua yang dipetik dari sekitar masjid. Perasan kedua kelapa ini juga dipakai untuk memasak sayur lodeh tahu tempe sebagai pelengkap sekaligus lauk bubur.

Menurut penuturan Pak Wardani dan Pak Yurqoni, tradisi bubur ini telah dilakukan sejak berpuluh-puluh tahun silam. Cara penyajiaannya pun unik yaitu dengan menggunakan cobek dari tanah lempung. ”Jaman dulu buburnya tanpa sayur, jadi cuma bubur dan makannya pun pakai cobek,” ujar mereka bernostalia. Tak jarang dari mereka yang menambah buah talok dan ceplukan yang dicari pada sore hari sebagai lauk.

Sepuluh tahun terakhir, cobek telah pensiun. ”Sekarang kami pakai piring Indonesia,” ucap salah satu warga sambil tertawa. Piring Indonesia yang dimaksud adalah piring blek. Selain karena harganya yang relatif murah, piring berwarna putih dan kuning dengan warna biru di bibir piring ini juga tahan lama. Maklum, mayoritas pemakainya adalah anak-anak dengan polah yang beraneka.

Sore lalu (30/08/09), sebanyak 28 anak menanti saat berbuka dengan mengaji dan mewarnai. Fitri Nurhandayani, salah satu remaja masjid yang menjadi pembimbing anak-anak di TPA ini mengatakan bahwa meski kuah sayur agak pedas, anak-anak tetap lahap menyantap. ”Biasanya kalau ada donatur, akan ada tambahan lauk atau buah,” imbuh gadis siswi SMK 1 Bantul ini.

Tak sampai sepuluh menit dari adzan dan beduq yang ditabuh, puluhan piring Indonesia telah kosong. Tak ada bubur yang tersisa. Hanya ada sisa remahan wafer coklelat yang menggantikan buah talok sebagai lauk tambahan.

15 comments:

  1. kangen minum teh anget di jogja, rasanya beda banget, apalgi sambil ngangkring.

    ReplyDelete
  2. hahaha..suasanane sing marai bedo mas..:D

    ReplyDelete
  3. cantik....walau hanya teh, ceret dan gelas

    ReplyDelete
  4. siippp, buka puasa cuma makan bubur apa kenyang?

    ReplyDelete
  5. kenyang mas.. lha wong nanti jadinya melar..

    ReplyDelete
  6. aku & tole mrono pisan kapok..kapok adohe hahahahahaha
    kowe bolak-balik mrono, wamgun tenan !!! zuuuper !!!

    ReplyDelete