Wednesday, December 9, 2009

Mbah Ngatiyem




Setelah kurang lebih satu bulan, akhirnya saya bertemu beliau lagi. Ini adalah perjumpaan kedua. Seharusnya ini menjadi kopi darat yang ketiga bila saja saat Grebeg Besar 28 November lalu saya menemukannya diantara ratusan simbah-simbah yang ngalab berkah.

Namanya Mbah Ngatiyem. Usianya 70 tahun. Nenek asal Klaten Timur ini sudah berpuluh-puluh tahun menjadi peminta-minta di Keben Kraton Yogyakarta. “Lebih baik ngemis dari pada mencuri,” katanya sambil tersenyum.

Kemarin beliau sumringah. Berkali-kali memeluk dan mengatakan bahwa ia masih ingat saya. “Tasih eling kulo, nak nok’e niki sing kala wingi kaliyan mas-mase niko to ?” tegasnya sambil bertanya. (Saya masih ingat, ini anak gadis yang kemarin bersama dua lelaki muda itu kan –red).

Kamipun berbincang. Mungkin karena suara saya sedikit berisik, beberapa simbah seprofesi dengan mbah Ngatiyem pun satu persatu mendekat. Mereka saling melempar doa dan nasehat disela guyonan.

Satu kalimat yang masih saya ingat adalah “nyawa sampiran bondo gaduhan”. Artinya adalah bahwa hidup manusia cuma mampir/sementara dan harta benda yang dimiliki pun sifatnya hanya pinjaman. Ini adalah peribahasa lama yang dulu pernah saya dengar dari simbah kakung ketika dulu mendongeng 15 tahun lalu.

5 comments:

  1. Sip mbak haley.. Kapan ya kita bisa kopdar?

    ReplyDelete
  2. ada lagi ungkapan jawa serupa dgn ini .... Kl ga salah: hidup itu hanya sekedar mampir ngombe.....

    ReplyDelete
  3. akhirnya requestku dipenuhi oleh mbak Yu....matur nuwun... salam buat mbah Ngatiyem jika bersua lagi :D

    ReplyDelete