Satu minggu yang lalu, kami melewati malioboro sesaat setelah hujan. Seperti biasa dari ujung teteg sepur Sarkem sampai depan Ngejaman, kami mengitung banyaknya kuda. Kalau sedang ramai, hitungan akan berhenti di bilangan belasan. Tetapi bila sedang sepi hampir tiga puluh andong berjajar rapat. Lebih spesifik lagi, warna juga kami perhatikan, apakah hitam pekat, coklat susu atau plonko si belang. Kami akan berteriak bila ada yg 'teji' alias gagah perkasa ataupun kurus dengan mata sayunya.
Sisa hujan deras ternyata masih membekas. Terpal-terpal plastik belum digulung para pedagang kaki lima dan para bapak becakpun masih meringkuk didalam rumah keongnya. Semuanya terlihat aman.
Namun, kuda-kuda yang kami hitung satu persatu itu terlihat kuyu. Beberapa menggenakan mantel kuda sebatas punggung. Selebihnya tidak. Tampak bertahan menahan dingin yang mengigit.
Spontan, ide pun terlontar. Sebuah proyek sosial untuk membuatkan mantel layak buat Srikandi dan teman-temannya. Kebanyakan kuda yang dipakai menarik andong adalah berjenis kelamin betina. Meski sedikit andong juga menggunakan kuda jantan.
Hari ini ide ini kami tawarkan pada seorang kusir di sebelah barat DPRD. Pita ukurpun turut dibawa serta. Namun sayang, bapak Kusir menolak dengan halus. "Mboten mawon, mangkeh ndak aleman, nganyih-anyih," kata pak Kusir. (Tidak usah saja, nanti kuda menjadi manja -red).
Lalu si Bapak menjelaskan kebiasaannya pada sang kuda bila sehabis hujan mengguyur badan. Air panas akan segera direbus untuk memandikan si penarik kereta.
Kami masih mau mencoba lagi. Mencari pak Kusir lain yang mungkin berminat pada mantel layak buat kuda, ksatria penarik kereta.
Sisa hujan deras ternyata masih membekas. Terpal-terpal plastik belum digulung para pedagang kaki lima dan para bapak becakpun masih meringkuk didalam rumah keongnya. Semuanya terlihat aman.
Namun, kuda-kuda yang kami hitung satu persatu itu terlihat kuyu. Beberapa menggenakan mantel kuda sebatas punggung. Selebihnya tidak. Tampak bertahan menahan dingin yang mengigit.
Spontan, ide pun terlontar. Sebuah proyek sosial untuk membuatkan mantel layak buat Srikandi dan teman-temannya. Kebanyakan kuda yang dipakai menarik andong adalah berjenis kelamin betina. Meski sedikit andong juga menggunakan kuda jantan.
Hari ini ide ini kami tawarkan pada seorang kusir di sebelah barat DPRD. Pita ukurpun turut dibawa serta. Namun sayang, bapak Kusir menolak dengan halus. "Mboten mawon, mangkeh ndak aleman, nganyih-anyih," kata pak Kusir. (Tidak usah saja, nanti kuda menjadi manja -red).
Lalu si Bapak menjelaskan kebiasaannya pada sang kuda bila sehabis hujan mengguyur badan. Air panas akan segera direbus untuk memandikan si penarik kereta.
Kami masih mau mencoba lagi. Mencari pak Kusir lain yang mungkin berminat pada mantel layak buat kuda, ksatria penarik kereta.