Namanya Garda Bagus Damastra. Adik sepupu saya ini sangat gemar serangga. Usianya masih belia, 14 tahun dibalik tubuh bongsornya. Garda mulai menyukai serangga sejak umur 3 tahun. Bermula dari hadiah kado buku serial serangga terbitan Elekmedia Komputindo di hari ulat tahunnya. Dulu bapak sempat menulis surat di harian Kedaulatan Rakyat Yogya di kolom Pikiran Pembaca karena binggung atas hobi Garda. Sayangnya tak ada tanggapan positif dari pihak terkait. Hanya ada beberapa yang menghubungi untuk minta serangga.
Kesempatan pertama muncul ketika UGM menggelar INSECT Days tahun 2002. Garda unjuk gigi sebagai peserta pameran serangga termuda. Waktu itu Garda baru kelas 3 SD. Adalah satu perjuangan bagi kami untuk meyakinkan panitia berkait usianya. Kesempatan besar kedua muncul awal tahun 2007 ini. Titik cerah ketika terjalin korespondensi email saya dengan entomologist ITB, Christopher Yanto. Beliau inilah yang memberi informasi tentang konferensi serangga di IPB.”Coba aja dulu Fit, adikmu itu langka”, ujarnya diujung surat.
Lagi-lagi harus ada ekstra kesabaran meyakinkan panitia IPB. Mereka mengira Garda adalah mahasiswa S1 yang telat mendaftar. ”Bukan pak, adik saya masih SMP, koleksi serangganya banyak dan ingin jadi peserta”, begitu diplomasi saya per telepon di awal Januari. Akhirnya merekapun percaya, setelah pembuktian grafis berupa dokumentasi foto-foto dan secarik resume sederhana. Berangkatlah kami berdua ke Bogor dengan travel Ramayana.
Sekarang. Garda sudah sedikit percaya diri untuk presentasi dan berbicara kepada forum besar tentang serangga. Seperti yang dilakukannya di Bali Agustus lalu. Ya, Agustus lalu, Garda dan saya pergi ke Bali untuk mengikuti kongres Perhimpuan Entomologist Indonesia. Dia menjadi pemakalah termuda dengan undangan khusus dari IPB dan PEI. Berhubung panitia tidak menyediakan ongkos transportasi dan akomodasi, saya bergerilya mencari donor. Alhamudillah, ada seorang kawan dari Tahija Foundation yang memberi sponsor tiket pesawat pulang pergi.
Dan sebulan terakhir ini Garda sedang asik dengan Belalang ranting raksasa spesies Eurycnema goliath yang menetas serentak. Lebih kurang ada sekitar 40an. Masih ada sekitar 2000 an telur yang siap tetas. Jumlah yang membuat kami binggung untuk pemeliharaannya. Dan rumah kamipun hampir mirip museum biologi dan kebun serangga mini. Belalang ranting ini diternakkan dengan metode simple dan belajar dari buku. Pasalnya, tidak satupun dari anggota keluarga kami yang berlatar pendidikan sains.
Bulan lalu, Garda terpilih mewakili sekolahnya SMP N 12 Yogyakarta untuk berlaga di ajang pemilihan Siswa Berprestasi Tingkat Kota. Dia sangat antusias dan menyiapkan semua keperluan dengan seksama. Sayangnya, dia diskualifikasi oleh panitia karena keahliannya ini dianggap tidak sesuai dengan kriteria. Kriteria yang mengharuskan seorang siswa yang serba bisa. Ah Payah!!!. Garda tetap menyelesaikan proses identifikasi dan mempraktekkan teknik penanganan koleksi serangga sambil menahan tangis. ”Rapopo Le, orasah nangis”, ujar Bapak memberi semangat.
foto ttg Garda:
http://rachmasafitri.multiply.com/photos/album/63/Garda
artikel ttg Garda:
serba bisa dgn kemampuan setengah2, sama jg bo'ong dong yach.
ReplyDeletesalam bwt adik sepupu2nya ya mbak.Tetep semangat !!!!!
setuju.. tp sekarang yang terjadi seperti itu. Dan mirisnya tidak ada apresiasi sama sekali.
ReplyDeleteTerimakasih salamnya, ntn saya sampaikan ke Garda.
Hobby yang menarik...saya sudah liat foto belalang ranting raksasa-nya...guede juga yaaa...
ReplyDelete