Wednesday, April 30, 2008
Lagu Tiga
Tuesday, April 29, 2008
50 Tahun Indonesia Jepang; Pameran Lintas Budaya
Start: | May 1, '08 09:00a |
Location: | Bentara Budaya Jogja |
15.00-17.30: Pentas seni (Komunitas 5 Gunung, Yosakai, Bon Oduri, Warok Bocah, Kuda Lumping, Saron Bushi, Topeng Ireng & Truntung.
Monday, April 28, 2008
Pria dari Ampel
Tak ada sejumput senyum di wajahnya. Matanya sibuk memandang peziarah yang lalu lalang. Dan terutama saya yang ternyata adalah satu-satunya perempuan tak bertudung kepala.
Kompleks Ampel Surabaya, 23 Februari 2008
http://www.flickr.com/photos/rachmasafitri/2451076472/
Friday, April 25, 2008
Motret Nadia Lomba Drumband
Start: | Apr 27, '08 09:00a |
Location: | SMKI Bugisan |
http://www.flickr.com/photos/rachmasafitri/2439561965/
Monday, April 21, 2008
Kado Spesial Buat Bapak
Hari ini saya tampil agak berbeda. Menurut orang rumah dan kantor, perbedaan yang mencolok adalah warna baju, bentuk rambut dan model sepatu. Batik Pekalongan bermotif capung berwarna kuning gading disulap oleh ibu semalam. Beliau nglembur untuk sepotong baju buat saya. Sedangkan rambutnya diurai setelah hampir setiap hari diikat ekor kuda. Maklum, sisir mobile hilang entah kemana dan belum sempet beli lagi. Sepatu teplek tanpa hak berwarna senada menggantikan tugas sneakers kesayangan untuk sehari ini. Tapi, satu hal yang tetap sama adalah celana jeansnya. "Lha nak ngono, sakjane ki yo ayu," puji ibu saat saya berpamitan.
Setidaknya ini kado buat bapak yang ulang tahun hari ini. Kemarin malam, beliau sempet protes perihal anaknya yang menurutnya pada fase terparah. "Kuwi lho delokken nang foto, diopeni to Nduk," ujarnya saat tak sengaja melihat foto diri yang terselip difoto-foto Solo Batik Carnival. "Itu fotonya bar hunting seharian, pas keringetan dan kepanasan," bela saya sambil menutup file.
Bapakku, selamat ulang tahun ya ..
Nadia di Sumur Gumuling
“Mbak, aku wedi,” ujar Nadia sesaat kami memasuki lorong. Tangan kecilnya tiba-tiba langsung mendekap badan saya. “Ra popo, rasah wedi,” jawab saya menimpali.
Sesaat masuk, gelap pun berganti terang. Jendela-jendela setengah lingkaran itu berpendar cahaya. Nadia mulai beraksi sesaat rasa takutnya mulai hilang. Rasa takut yang kemudian membuat saya ikut-ikutan takut.
Stasiun Balapan
Ning stasiun Balapan, kutho Solo sing dadi kenangan kowe karo aku
naliko ngeterke lungamu
Ning stasiun Balapan, rasane koyo wong kelangan kowe ninggal aku
ra kroso netes uluh nang pipiku..
Ternyata Didi Kempot benar adanya. Minggu 2 pekan lalu, sepulang dari memotret Solo Batik Carnival, saya membuktikan kebenaran syair dari lagu ciptaannya yang sempat boombing hingga membawanya konser ke beberapa negara manca.
Seorang bapak usia paruh baya berkemeja model Levis warna biru termangu di pilar tengah stasiun. Ada guratan sedih diwajah si bapak. Pandangannya menerawang jauh, seperti terlempar ribuan kilometer terbawa kereta yang baru saja berangkat. Tangan kirinya sesekali mencengkeram erat ujung kemeja.
Lamunannya kuat, sampai-sampai lantunan ”ayat-ayat cinta” dari orkes hiburan di emper ruang tunggu penumpang beradu dengan berisiknya kereta loko tak sedikitpun mengganggunya. Begitupula dengan moncong pendek lensa kamera. Beliau hanya sekali melirik sambil tersenyum tipis.
Sayang, kereta mendadak datang sebelum sempat berkenalan. Sedikit menyesal meskipun tak ingin merusak lamunannya yang indah. Setidaknya saya bisa belajar tentang arti ketekunan darinya, meski hanya beberapa menit.
ps: Captured with Nikon D40 at Solo Balapan Station. Maaf, foto masih blur dan jauh dari sempurna. Kali pertama berkenalan lama dengan DSLR. Thanks to Mas Yayan atas pinjaman kameranya.
Friday, April 18, 2008
Nostalgia Fitri Nari (Part 2)
Sebulan lalu, ada serbuan ribuan renggat yang menghancurkan buku-buku dan dokumen. Ibupun panik bukan main. Tapi untung saya punya bapak yang rajin filling. Beberapa dokumentasi dan publikasi saat menari dulu sempat diselamatkan. Mengingatkan saya bahwa dulu sempet kurus dan terawatt. Tidak seperti sekarang.. huhuhu
Monday, April 14, 2008
Dolan (lagi) ke Magangan
Start: | Apr 18, '08 8:00p |
Location: | Magangan Kraton |
ada yang mau ikut?
Ayo Mulih
ayo tuku kluwih..kluwih dinggo njangan
ayo podo mulih..mangan nak enak’an
ps:
Tiba-tiba teringat tembang dolanan anak yang dilagukan ibu kemarin petang. Segera ingin cepat pulang dan nggak mampir kemana-mana. Hari ini terlalu melelahkan. Saatnya menyergap meja makan dengan sedikit membabi buta.
Thursday, April 10, 2008
Jagongan Legi di Magangan
Inilah hasil foto bersama hasil Jagongan di Magangan Kraton Selasa Legi kemarin (08/04/08). Beberapa tampak malu melihat ke arah kamera. 5 dari 7 abdi ini memiliki nama depan Yudo. Mereka adalah pak Yudoraharjo, Yudopradoto, Yudosaronto, Yudodinomo, Yudosarono, Mujiyono dan Parjono.
Cerita selengkapnya ada di blog, jadi monggo pinarak.
Jagongan Legi di Magangan
Masuk pelataran Magangan, suasana senyap. Mesin motor pun segera dimatikan. Terdengar samar lagu campursari saat kaki mulai melangkah masuk. Beradu dengan suara rantai motor Mas Tian, kakak sepupu saya yang bergesek seperti kurang oli.
"Nyuwun sewu, dalem badhe pinanggih Pak Yudoraharjo," ucap saya seketika berjumpa dengan para abdi yang sedang jagongan di depan pintu belakang kraton. Orang yang saya cari ternyata ada diantara mereka. Sedikit manglingi karena sedang tidak memakai blangkon. Segera foto-foto itu pun berpindah tangan. Wajahnya tampak sumringah. "Saestu mbak, meniko kagem kulo?" tanyanya berulang-ulang sambil mendekap foto berbingkai itu.
Malam kemarin, Selasa Legi (08/04/08) adalah caos pertama para abdi di Magangan. Artinya adalah tugas jaga untuk kelompok pertama. Ada 10 kelompok berdasarkan hari pasaran. Pak Yudoraharjo adalah salah satu abdi yang caos setiap pasaran Legi. Selain sebagai abdi dalem, Pak Yudoraharjo yang bergelar Mas Wedana ini juga bekerja sebagai juru kunci Makam Karanglo.
Semula kami tidak akan berlama-lama. Tapi rencana tinggal rencana. Kami tak mampu menolak teh manis suguhan mereka. "Ampun keseso, monggo lho dipun unjuk," pinta mereka berbarengan sambil jempolnya menunjuk ke arah gelas diatas tikar. Dan obrolan pun bergulir kemudian.Gayeng dan sedikit njlimet karena dalam bahasa jawa krama inggil. Cerita tentang banyak hal seperti cerita tentang abdi dalem Polowijo dan Semutgatel.
Selain Pak Yudoraharjo ada 4 abdi dalem lainnya. Kesemuanya memiliki nama depan Yudo. Mereka adalah pak Yudopradoto, Yudosaronto, Yudodinomo dan Yudosarono. Nama yang terakhir adalah milik seorang abdi dalem yang kemarin satu-satunya tidak memakai surjan. "Menawi kulo menika nglerek," ucapnya sambil bersalaman menjawab raut muka saya yang tampak binggung dengan kostumnya. Nglerek artinya adalah beliau datang satu malam lebih awal sebelum hari tugasnya berjaga. Nglerek kebanyakan dilakukan para abdi yang tempat tinggalnya jauh.
Saya sempat tercengang setelah tahu bahwa Pak Yudosarono ini berasal dari desa Kranggan Temanggung Jawa Tengah. Lebih tercengang lagi saat tahu bahwa beliau bersepeda pulang pergi setiap caos ke kraton. "75 kilo mbak, kirang langkung 12 jam dhateng margi," jelasnya kemudian. Artinya beliau menghabiskan setengah harinya waktu dijalan untuk menempuh perjalanan sepanjang 75 kilometer. "Sampun telas sarono 3 onthel mbak," candanya. Nama Yudosarono memang cocok buat si bapak. Beliau baru saja menjelaskan bahwa sejauh ini beliau sudah menghabiskan 3 buah sepeda.
Malam semakin larut dan diskusi semakin berkembang. Bersama mereka seperti sedang mengikuti pelajaran sejarah. Bedanya dengan disekolah, gurunya tak hanya satu. Semakin malam teh manisnya pun berkawan setelah datangnya Pak Mujiyono yang membawa sekardus bakpia. Beliau adalah abdi dalem yang masih magang di kraton. Belum dilantik sehingga belum berhak menyandang nama depan Yudo seperti kelima abdi yang lain. Selain Pak Mujiyono, ada seorang abdi magang lain yakni Pak Parjono. Ia masih tampak malu-malu untuk urun suara.
Saatnya saya pamitan. Sudah hampir 3 jam kami berbincang. Jagongan ditutup dengan foto bersama para abdi. "Mbake mboten dherek ?" tanya mereka meminta saya ikut berfoto. Permintaan itupun langsung saya tolak dengan halus, takut merusak keindahan foto. Dan sepuluh hari lagi saya akan kembali dengan foto keluarga dan sekeranjang pertanyaan. Magang sejarah. Jangan kapok ya Bapak-bapak..
PS: terimakasih sekali buat masopang yang bersedia mempostingkan tulisan. Semoga tabah ya..
Monday, April 7, 2008
Senyum dari Dalam Kereta
Alun-alun Sewandanan kalau itu tampak ’riyel’. Ramai dengan ratusan masyarakat yang tampak setia menanti parade. Puluhan balita bersorak sorai saat serangkaian kereta kuda berpenumpang kerabat keraton keluar dari gerbang Pakualaman. Beberapa gadis cilik 'wayah dalem' dengan kostum penari Bedaya ada didalamnya. Menebar senyum dan lambaian tangan dari dalam kereta. ”Buk, mbak’e dadah karo aku,” celetuk seorang anak dengan bangga pada sang ibu.
Sunday, April 6, 2008
Mbah Joyo, Kisah Sang Penglantar Doa
“Nyuwun sewu, menopo badhe dipun dherekke ? ” tanya seorang simbah di Gapura Sendang Putri. Inilah potongan pembicaraan kami sebulan lalu. Saat beliau menemani kami berkeliling Komplek Makam Panembahan Senopati dan Masjid Agung Mataram Kotagede. Tuturnya runtut dalam bahasa jawa halus.
Beliau adalah Mbah Hastono Wiyono atau yang dikenal dengan nama Mbah Joyo Sudarto (83th). Dua nama ini sempat membuat saya binggung. Nama terakhir baru saya ketahui kemarin jumat, saat mengantar foto beliau karya mas Setyo dari seorang tetangga simbah. Jumat malam lalu (04/04/08), berkawan segelas kopi susu panas kamipun berbincang “Harsono Wiyono menika sajatosipun asma semah kula,” jelasnya. Oh, rupanya ada nama suami dan nama kecil.
32 tahun sudah Mbah Joyo berprofesi sebagai Penglantar Doa. Nenek berputra 5 dengan 10 orang cucu dan 2 orang buyut ini meneruskan pekerjaan suaminya yang meninggal tahun 1983 silam. Setiap hari dari jam rampungan omah (selesai pekerjaan rumah + 8 pagi) s/d surup (sebelum waktu shalat maghrib) beliau ada di bangsal. Menanti dengan tekun para peziarah yang membutuhkan jasanya untuk melantarkan pinuwunannya. Atau para pengunjung yang ingin mendengar sejarah situs kerajaan Mataran ini.
”Menawi angsal kintunan saking tiyang, lajeng dalem caosaken, mangkih teras dipun poro sekawan,” ceritanya saat saya bertanya soal pendapatan simbah perharinya. Semisal ada peziarah yang memberi 20 ribu rupiah, Mbah Joyo akan memperoleh kurang lebih seperempat bagian. 3 bagian yang lainnya diberikan untuk dana pemeliharaan kompleks, kas abdi dalem baik Yogya maupun Solo. Setiap malam Selasa dan Jumat Kliwon beliau akan bekerja ekstra. Biasanya, pada 2 malam tersebut banyak orang datang berziarah.
Dulu Mbah Joyo ini tinggal di rumah mungil tepat didekat ringin sepuh kampung Dondongan. Namun, setelah gempa beliau tak lagi bermukim disana. Sekarang, ia mengontrak rumah tepat dibelakang tembok masjid, bersama keluarga Mbak Triyani salah satu cucunya dan seorang buyut berusia 21 bulan.
Foto2 Simbah karya mas Setyo: http://wsetyo.multiply.com/photos/album/44/20080309_Simbah_Hartomo_Wiyono
Friday, April 4, 2008
Suatu Senja Bersama Atra
Suatu malam ada sms masuk dari seorang kawan mengajak hunting bakda Jumatan. Ia pun datang menjemput. Ternyata sendiri, tak berkawan seperti bayangan sebelumnya. Uups, lagi-lagi saya salah kira. Ia datang tanpa kamera. Namun didalam tas ranselnya tersimpan 2 buah kemeja, celana monyet, topi dan sepasang sepatu lengkap dengan kaos kaki berwarna putih. Judulnya motret model perdana. Untungnya, he’s a well prepared model. Mandiri, nggak merepotkan dan punya berjuta pose andalan. Gang senggol di Kotagede sore itu menjadi semakin riuh dengan langkah kaki melawan gerimis. Jendela dan pintu-pintu yang menawan, model yang menyenangkan dan warga Kotagede yang ramah, Terimakasih ya.
http://rachmasafitri.multiply.com/links/item/3/Suatu_Sore_di_Gang_Senggol_Kotagede
Atra, maaf ternyata tergerak juga untuk repost
Lelaki Diujung Telepon
Saya : Selamat malam, maaf mas, apa tadi menelpon saya?
Lelaki diujung telepon : Iya, selamat malam Ibu Rachma
Saya : Maaf, ini siapa ya?
Lelaki diujung telepon : Saya Alex
Saya : Alex siapa ya mas?
(Sambil terus berpikir. Alex yang saya kenal tidak semerdu ini suaranya)
Lelaki diujung telepon : Ibu lupa ya?
Saya : Duh, meski daya ingat saya melemah akhir-akhir ini, tp saya yakin ini Tomi. Bukan Alex.
Dan lelaki diujung teleponpun terbahak. Setidaknya ia sudah sempat menang dengan membuat saya kebingungan sesaat. Maklum, beberapa minggu terakhir saya lebih sering menonaktifkan dering dan getar pada hp. Jadi sudah pasti beberapa telepon dan sms sempat terlewat dan terlambat di baca.
Namanya Tomi, kakak angkatan saya di Atmajaya yang baru saja selesai Yudisium. Terakhir bertemu dengannya pada malam kesebelas Ramadhan lalu. Sekarang kami jarang bersua semenjak ia merantau ke Jakarta. Senang rasanya mendengarnya bercerita lagi. Tentang cita-cita yang sejak dulu dirintisnya. Tentang pekerjaannya sekarang sebagai seorang penyiar radio di sebuah radio ternama. Tentang Jogja dan Jakarta.
Kami pun berbagi waktu. Dan tiba giliran saya bercerita, dia segera mendahului dengan kalimat ajaibnya. “Sudah Nduk, aku sudah baca semuanya.. tentang Surabaya, tentang Fara dan tentang recehan dari Sri Sultan,” ujarnya panjang. Ah, rupanya ada juga ya pembaca setia blog saya.. Pada sederet tulisan yang penuh dengan kutipan dan pembelaan diri.
Thursday, April 3, 2008
link mujarab dari mbak Icha
berkat link ini, saya tambah banyak saudara..
Wednesday, April 2, 2008
Deadline Pengiriman Foto Lomba Foto Pariwisata 2008 - Yogyakarta (Pariwisata Berbasis Budaya)
Start: | Jun 11, '08 11:00p |
http://www2.jogja.go.id/index/extra.detail/1876/lomba-foto-pariwisata-2008-jogja-dalam-lensa-pariwisata-berbasis-budaya.html
Update:
Dalam rangka menmyambut Tematik Pembangunan Kota Yogyakarta Tahun 2008 Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kota Yogyakarta bekerjasama dengan HISFA Yogyakarta kembali menyelenggarakan Lomba Foto Pariwisata “ Jogja Dalam Lensa-2008”.
Lomba foto memperebutkan Hadiah Total senilai Rp 25.000.000,- ( Juara I. Rp. 6.000.000,-, Juara II Rp 5.000.000,-, Juara III Rp. 4.000.000,- dan 40 Nominator @ Rp 250.000,- ). Pajak Hadiah ditanggung Pemenang. Lokasi obyek pengambilan foto adalah wilayah Propinsi DIY dan pengumpulan karya Foto sudah bisa diterima di Sekretariat Panitia mulai bulan Maret 2008 dan batas akhir pengumpulan karya pada tanggal 11 Juni 2008, Penjurian 16 Juni 2008 di Taman Budaya Yogyakarta dan terbuka untuk umum. Penyerahan Hadiah 27 Juni 2008 dan Pameran Foto pada tanggal 27 sampai 30 Juni 2008 di Taman Budaya Yogyakarta.
Dewan Yuri yang bertindak dalam kegiatan lomba foto kali ini adalah ; Aries Liem, A.FPSI ( Solo ) , Herry Wiyanto, A.FPSI ( Magelang ),Nofria Doni Fitri, A.FPSI, ( Jogja ) Tonisuria ( Jogja ) dan Drs. Risman Marah ( Jogja ).
Adapun Ketentuan Teknis dan Persyaratan mengikuti Lomba Foto Jogja Dalam Lensa-2008 adalah sebagai berikut :
Ketentuan Teknis :
1. Terbuka untuk umum, Panitia, Dewan Yuri dan keluarganya tidak diperkenankan mengikuti lomba
2. Tidak dipungut biaya pendaftaran
3. Foto milik pribadi ( bukan karya orang lain ) , belum pernah dipublikasikan ke media massa dan belum pernah diikutsertakan dalam lomba.
4. Foto harus sesuai dengan Tema “ Pariwisata Berbasis Budaya “.
5. Boleh menggunakan segala type dan jenis kamera ( analog maupun digital )
6. Olah digital diperbolehkan sebatas burning, dodging, sharpening dan cropping.
7. Foto dibuat tahun 2007 hingga 2008
8. Foto merupakan hasil cetak di atas kertas berwarna atau hitam putih.
9. Lokasi obyek pengambilan foto di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta ( DIY ).
10. Hadiah Total Rp. 25.000.000,- (Untuk Juara I, II dan III tidak ada kejuaraan rangkap )
11. Semua foto menjadi milik panitia dan Panitia berhak menggunakan karya foto yang dikirim sebagai bahan publikasi pariwisata.
12. Panitia berhak mendiskualifikasi peserta sebelum dan sesudah penjurian apabila dianggap melakukan kecurangan.
13. Keputusan Dewan Yuri Sah dan tidak dapat diganggu gugat.
14. Dengan mengirimkan karya foto berarti peserta telah dianggap menyetujui semua ketentuan teknis dan persyaratan yang telah ditetapkan oleh Panitia .
Syarat Pengumpulan Foto :
1. Maksimal 10 foto, ukuran 12 R ( sisi terpanjang maksimal 40 cm dan minimal 35 cm ), sisi pendek mengikuti format yang dipilih fotografer dan foto tanpa mounting.
2. Di balik foto diberi keterangan identitas peserta yaitu : nama, alamat, No. Telephone / HP, lokasi dan tahun pembuatan foto, judul dan keterangan foto.
3. Semua karya foto dimasukkan ke dalam amplop tertutup disertai soft copy dalam bentuk CD dan atau DVD.
4. Disudut kiri atas amplop ditulis Lomba Foto Jogja Dalam Lensa-2008.
5. Foto dapat diantar langsung ke Sekretariat Panitia Lomba Foto Jogja Dalam Lensa 2008 di Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kota Yogyakarta, Jl. Suroto 11 Kotabaru Yogyakarta Kode Pos 55224 maupun via Pos ( Batas akhir pengiriman 11 Juni 2008 Cap Pos
Solo Batik Carnival 2008
Start: | Apr 12, '08 07:00a |
End: | Apr 13, '08 |
Location: | Solo |
Solo Batik Carnival
Tanggal: Minggu 13 April 2008
Jam: 14.00 WIB
Start: SCP-Perempatan Sta. Purwosari menuju Balai Kota (melalui Jalan Slamet Riyadi)
Peserta:
Urut-urutan Karnival
1. Kereta kencana
2. Prajurit rekso Projo
3. Prajurit Kutho renggo
4. Prajurit jaga Tirto
5. Prajurit Pokdarwis
6. Special performance: JFC (Jember fashion Carnaval)
7. Solo Batik carnival
8. Children Solo Batik Carnaval
Pameran Batik
Tanggal: Minggu 13 April 2008
Jam: 07.00 WIB s/d selesai
Venue: Citywalk Jl. Slamet Riyadi