Monday, May 26, 2008

Kopdar Perdana di Kota Lumpia

Sebuah Catatan Perjalanan Central Java Trip Hari I, Sabtu 17 Mei 2008

 

 

Hampir 2 bulan lalu, sebuah ajakan hunting mampir di Yahoo Messenger saya. Permulaan yang manis dengan setenggok pengalaman yang tak terbeli bersama Yoppy Pieter, Ina Hapsari dan Glend si Abang Warteg.

 

Pak Pri dan Panggilan Nduk

Hampir setengah jam telepon itu gagal tersambung. Setelah berhasil tiba-tiba saja terputus sebelum informasi penuh didapat tentang bus Joglosemar. Dan akhirnya pilihan pun jatuh ke Travel Rama Sakti. 40 ribu rupiah sampai ditempat. Berangkat pagi sampai sebelum Dhuzur. 

Kursi bagian depan tenyata kosong. Seorang penumpang batal berangkat sehingga saya pun space lebih untuk tas kamera. Sebuah awal perjalanan yang menyenangkan. “Mbak, santai aja duduknya, penumpang nomor 1 nya nggak ada,” ujar Pak Pri sang pengemudi travel.

Pria berperawakan gempal ini ramah dan menyenangkan. Satu hal yang saya suka adalah panggilan Nduk kepada saya kemudian. Ini terjadi setelah beliau tahu bahwa usia anaknya hanya terpaut sedikit dengan saya dan kami sama-sama anak tunggal. “Lha kowe ki neng Semarang ki meh ngopo je Nduk ?” tanyanya menyelidik.

“Lha kae Nduk koncomu wis ngenteni,” ujar Pak Pri saat mobil mendekati Wisma GKPRI di Jalan Ahmad Yani Semarang. “Iya pak,” jawab saya pendek. Padahal saya juga belum pernah bertemu muka dengan Yoppy maupun Glend. Tetapi yang jelas memang ada 2 laki-laki yang berdiri di depan pintu gerbang. Satu orang memang menyerupai Buddy Icon Yoppy di Yahoo Messenger. Maklum, ini memang kopdar perdana saya dengannya.

“Yoppy ya? Saya Fitri,” tanya saya disusul perkenalan sambil berjabat tangan. Setelah Pak Pri dan mobil berlalu kamipun segera naik ke lantai 2 wisma. Menunggu disana, sebuah kamar sederhana nomor 217 untuk menginap semalam dan seorang kawan baru bernama Mbak Ina. Paket kompit hari ini. Panggilan Nduk dan 3 orang kawan baru.

Saweran yang Membuat Aman, 11. 15 WIB

Tiba saatnya berbelanja kebutuhan pokok habis pakai para backpacker di Citraland Mall. Adalah air mineral yang botolnya mudah direfil, multivitamin dan buah segar pengganjal perut yang memang mudah sekali lapar.

Seorangpun telah ditunjuk sebagai bendahara mengelola uang saweran. Sebuah keberuntungan kedua karena selamat dari posisi yang berbahaya bagi seorang yang sangat sleder dan pelupa seperti saya. ”Mbak Ina aja ya yang pegang uang,” rayu saya sebelum posisi itu perpindah tangan.

Perjalanan backpacking memang lebih nyaman dengan sistem saweran. Setidaknya rasa khawatir kekurangan uang misalnya menjadi masalah bersama. Saweran mengamankan beberapa kebutuhan primer seperti konsumsi, transport dan akomodasi. Terlebih jumlah peserta yang hanya 4 adalah angka yang pas. ”Kalau rombongan apa bedanya sama piknik ya,” seloroh kami sambil terbahak.

Ramalan Jodoh di Sam Poo Kong & Berkah Pintu Merah, 14.10 WIB

Mruput. Jam pengunjung masih setengah jam lagi. Lebih baik mencari spot yang menarik dan menyeruput sebotol teh dingin sambil berbincang dengan satpam Klenteng. ”Sebentar lagi ya mbak, masih jam untuk sembayang,” katanya sambil menunjuk ke arah papan tulis persegi berisi pengumuman.

30 menit pun berlalu. Bergerak dan berkeliling.

Lalu sebungkus dupapun terbeli. Dua ribu rupiah, berbalut kertas minyak warna kuning dengan bau yang khas. 5 menit duduk dibangku kayu Rumah Juru Kemudi. Penasaran dan setengah tak sabar menanti Pak Haryadi yang akan meramal kami. Intinya adalah ramalan tentang kesehatan, rezeki, karir dan jodoh.

Pak Har menanyai kami dengan simultan. Dimulai dari nama, usia, pekerjaan, pacar dan keinginan. Jari tengah tangan kanannya seakan menulis jawaban di atas marmer meja persembahan. Lalu ia pun berbalik. Sekarang ia menghadap kedalam dan memulai ritual. Kaki kirinya disilangkan kebelakang dihentakkan ke lantai sebanyak 3 kali. Bersamaan dengan tepukan tangan pada bokor emas berkepala naga bercabang tiga tempat menancapkan dupa.

Lalu ia mulai mengocok toples kayu berisi puluhan bilah bambu bertuliskan nomor kertas ramalan. Terus dan terus hingga satu bilah bambu terpilih jatuh dan harus diambil. Bilah bambu terpilih kemudian diletakkan di bibir bokor. Tangan pak Har lalu meraih sinpwe yang kemudian dilemparkan ke udara. Bila sinpwe jatuh pada posisi terbuka dua-duanya, maka artinya dewa sedang menertawakan permohonan. Namun bila sinpe terbuka dan tertutup permintaan direstui. Tiba giliran saya, rupanya dewa sekali tertawa sebelum akhirnya merestui bilah bambu bernomor 31. ”Jangan terlalu emosi ya, sebentar lagi akan bertemu dengan seseorang,” ujarnya sambil menepuk bahu saya. Aha !

Sampai pada akhirnya kami menemukan sebuah pintu besar berwarna merah. Spot yang cantik untuk foto keluarga. Sebelum kami menumpang angkot jurusan Gedung Batu Johar, untuk mencari makan siang. Pilihan kami adalah Tahu Gimbal di daerah Depok. Sepiring Tahu Pong Emplek Telur seharga 13.500 rupiah mempu membuat kami ’ketahuan’, istilah yang saya pinjam dari mbak Ina. Maaf, saya lupa namanya warungnya, tapi yang jelas depot tahu gimbal yang kami kunjungi ini memiliki 2 lantai dan lantai keduanya berAC.

Maneqin-Maneqin Buntung Giauw Hien, 17.35 WIB

Awalnya saya hanya kagum pada jendela di sebuah rumah toko di Jalan Gajah Mada. Jendelanya berbentuk persegi dengan kaca patri yang terbuka keatas. Sejurus saya menghentikan langkah. “Berhenti sebentar ya, itu ada jendela lama,” pinta saya pada Yoppie, Ina dan Glend. Entah tiba-tiba mata saja tertuju pada etalase kaca dengan 4 buah boneka pajang, Bapak Ibu dan 2 anak.  Sebuah toko kuno yang membuat saya ingin melangkah masuk.

Awalnya kami ragu untuk masuk. Tetapi, rasa penasaran dan hasrat memotret jauh lebih tinggi ketimbang rasa ngeri. “Udah masuk aja, ketimbang penasaran,” ujar Yoppie. Saat kaki kanan melangkah masuk, kami serentak berucap salam. “Permisi..” Pada saat itu pula 4 mannequin menatap lekat-lekat bersamaan dengan dengan datangnya sang empunya Toko, Cik Ana Santosa.

Beruntung, Cik Ana menyambut ramah. ”Ini wae, apik lho cocok mbek badanne situ,” ujarnya berpromosi sambil menyodorkan sebuah kemeja motif sulur pakis. Padahal mata saya justru sibuk melihat sekeliling toko yang menurut saya sangat orisinil. Serasa terlempar pada era 70an.

Semakin ke dalam dan kami pun segera menjelajah. Baju-baju yang dijual ditata dengan ala kadarnya. Bertumpuk pada meja kaca kayu jati yang berdebu tebal. Kami tatap lagi maneqin-maneqin itu. Tampak semakin menyeramkan setelah sadar bahwa anggota badan maneqin tersebut sudah tidak lengkap. Buntung di tangan, kaki, badan dan kepala. Belum lagi melonggok kamar pasnya. Kecil, tanpa lampu dengan cermin berjamur. “Ini beneran toko bukan sih ?” tanya kami dalam hati.

Berbagi Es Krim di Oen, 19.20 WIB

5 menit berlalu menyusur jalan Gajah Mada menuju Es Krim Oen di kawasan Sri Ratu. Sepanjang jalan kami masih saja membicarakan kemisteriusan Giauw Hien sambil menenteng tas kresek berisi 5 potong baju baru nan berdebu. ”Nanti dari Oen kita balik lagi aja ke Giauw, ben nggak penasaran,” usul saya tiba-tiba.

Setibannya di Oen, tanpa perlu dikomando masing-masing dari kami memilih menu ice cream yang berbeda. Ada Oen Special, Rum Raisin dan 2 rasa lain yang kemasannya sangatlah menawan. 4 sendok pun bersilangan dan berbuntut gumaman. ” Leker !”

Night Trip Lawang Sewu, 20.30 WIB

Urung ke Kota Lama kami beringsut ke Lawang Sewu. Meski sebelumnya kami menghabisakan hampir setengah jam sendiri untuk bernegosiasi. Gedung tua ini sempat membuat kami maju mundur antara takut dan berani.

Guide perjalanan malam kami bernama Pak Agus. Pria berusia sekitar 40an ini sudah kami sumpah untuk tidak menceritakan hal yang menakutkan saat didalam. Beliau baru boleh bercerita saat tur usai. ”Pak, nanti ceritanya kalau sudah diluar saja ya pak, ampun teng lebet,” pinta saya dengan wajah memelas.

Dan disini pula saya membuktikan hitungan tentang kisi jendela & pintu peninggalan Belanda. Ilmu yang saya dapat dari Mas Yoan. Jumlah kisinya tepat berjumlah 26. ”Oh gitu to mbak, saya malah nggak tahu,” kata Pak Agus sambil mangut-manggut.

Bersambung...

20 comments:

  1. ditungguw...ditungguww....

    *mesti wuenak yoo...hunting kemarin ituww, backpackingan lagiy*

    ReplyDelete
  2. iya.. memang seru, banyak pengalaman tak terduga

    ReplyDelete
  3. itu dia Om.. orangnya yang mana aku juga binggung..:D

    ReplyDelete
  4. sip.. siap-siap aja ketitipan upload lagi :D

    ReplyDelete
  5. wah kowe wani mlebu lawang sewu bengi2 fit. top bgt. ampuh.
    btw foto2ne endi. ditunggu ki

    ReplyDelete
  6. cuma motret lawang sewu dari balkonnya..tunggu ya.

    ReplyDelete
  7. ho oh.. pol serunya. Anyway, suwun sudah mampir mas

    ReplyDelete
  8. sama2 mbak....
    panggil saja sigit...
    salam kenal aku suka foto2nya...

    ReplyDelete
  9. ah tempat-tempat yg kau sebutkan itu fit...
    dan kota itu, saya ditempa di kota itu.

    ayo kapan2 mrono menehhh ;)

    ReplyDelete
  10. suwun ya sigit..
    panggil saya Fit saja, ndak usah pake mbak..
    ok?

    ReplyDelete
  11. yo.. sekalian aku mau protes ke pak Har..ramalannya kok belum ada efeknya :P

    ReplyDelete
  12. Nduk
    [aku ndak ikut2an Pak Pri lho,..biasa menyapamu duluan seperti itu]
    Untung dirimu gak jadi anak gadisku...bisa2 aku senewen, karena sering trip kemana-mana sendirian pulaak, ha3..

    ReplyDelete
  13. Kalo gitu minta di ramal lagi nOn....
    kalo perlu masukin aja...seluruh kelenteng yang ada di PECInan
    qkqkqk secara 8 kelenteng yang ada disana maseh aktif....
    nah hasilnya bisa tuh....di kalkulasi mana yang bagus dan ndak
    hehehehehe

    ReplyDelete
  14. hehehe..
    pasti dirimu jadi senewen terus seperti ibuku..

    ReplyDelete
  15. dan sebenernya non, di daerah pecinannya semarang memang ada Klenteng Jodoh lho.
    sayang aku ndak kesana..hehehe

    ReplyDelete
  16. wah wah wah ... seru yah ....
    sayang ga bisa ketemuan pas di semarang atau pas aisakannya ... :(

    tp klo baca ceritamu ... sukses besar yah .. :)

    ReplyDelete
  17. iya.. next time ya..sekalian aku diajari motret..

    ReplyDelete