Tuesday, December 23, 2008

Pelita Kehidupan Naga




“Kekhawatiran utama kami adalah pecahnya sifat kerukunan”, jelas Pak Henhen menyoal tidak adanya listrik di kampung Naga. Ya, absennya listrik di Kampung Naga memang sangat beralasan. Pak Henhen kemudian bercerita tentang kemungkinan yang bisa terjadi bila listrik ada di Kampung Naga. Warga yang memiliki uang akan membeli barang-barang seperti kulkas, TV berwarna dan peralatan elektronik lainnya. Warga dengan keterbatasan akan sungkan untuk meminta pertolongan, begitu pula sebaliknya. Menurutnya, hal-hal ini bisa mengakibatkan timbulnya kecemburuan sosial antar warga masyarakat.

“Kami tidak menolak teknologi, tapi hanya alergi”, ujar pak Henhen kemudian. Buktinya, beberapa teknologi seperti TV hitam putih bertenaga aki dan radio berbaterai banyak dimiliki warga sebagi salah satu akses atas informasi dan hiburan. “TV hitam putih harganya standar, berbeda dengan TV berwarna”, tambahnya.

Sunday, December 21, 2008

Hajat Sasih; Potret Kebersamaan Kampung Naga


Sebagian warga menunggu upacara Hajat Sasih di depan Patemon

Dari ketinggian, tepatnya di kampung Rancak yang tepat berada di atas kampung Naga, saya melihat sepintas upacara Hajat Sasih. Terlihat belasan pria berjubah putih berjalan beriringan menuju arah barat kampung yaitu pada makam Eyang Singaparna yang terletak di hutan keramat Leuweung Larangan.

Sementara itu, puluhan warga Kampung Naga Luar yang kebanyakan kaum perempuan mulai berdatangan dengan membawa keranjang nasi berisi tumpeng Sisihan. Kampung Naga Luar adalah sebutan bagi para warga kampung Naga yang tinggal di luar kampung Naga. Mereka tersebar di beberapa kampung di kecamatan kecamatan Salawu, Tasikmalaya, Jawa Barat.

Hajat Sasih adalah upacara untuk seluruh warga kampung Naga, baik dalam maupun luar. Pelaksanaan Hajat Sasih bertepatan dengan perayaan hari-hari besar agama Islam yaitu pada bulan Muharam, Maulud, Rewah, Syawal dan Rayagung sebagai wujud harmonisasi adat dan agama di kampung yang memiliki 109 bangunan rumah ini.

Ada 3 hal yang selalu melekat di Kampung Naga yaitu amanat, wasiat dan akibat. Upacara Hajat Sasih adalah salah satu amanat yang diberikan oleh Leluhur Eyang Singaparna. Sedangkan penolakan listrik dan jalan memang diambil untuk mencegah timbulnya akibat kecemburuan sosial antar warga yang berjumlah 314 penduduk ini.

Serangkaian upacara inti Hajat Sasih dilakukan di sungai Ciwulan, masjid, Bumi Ageung (adalah tempat penyimpanan pusaka yang menjadi satu-satunya bangunan tidak boleh didokumentasikan), dan makam selesai tepat sebelum Dhuzur. Berakhirnya prosesi inti ini berbarengan dengan siapnya sajian nasi tumpeng Bobokoh oleh para ibu di Kampung Naga Dalam dan nasi tumpeng Sisihan dari warga kampung Naga Luar.

Para warga berkumpul di halaman masjid menunggu waktu sholat. Setelah beduk ditabuh, kuncen dan lebai berwudhu di pancuran berpipa 3 yang terletak diantara masjid dan patemon (balai tempat pertemuan warga). Tak lama berselang, seorang wanita paruh baya dengan baju kemben dan kain merah yang disebut patunggon datang membawa kendi berisi air untuk kemudian diberikan kepada kuncen yang ada di dalam masjid. Setelah patunggon masuk, para warga bergiliran dan memasukkan tumpeng secara berantai melewati jendela di samping kanan dan kiri masjid. Kurang dari 5 menit, seratus lebih tumpeng telah berpindahkan ke dalam masjid.

Dari luar masjid, lirih terdengar Al Fatihah selesai dibacakan sebagai tanda berakhirnya upacara Hajat Sasih. Tumpeng-tumpeng yang telah didoakan pun bergiliran keluar dari masjid untuk segera disantap oleh seluruh warga.

ps: specially upload to my online guide masopang..

Friday, December 19, 2008

Payung Geulis; Seni Rumit dari Bumi Tasik




Dulu, payung kertas berlukis bunga ini menjadi primadona. Hampir semua wanita di Tasikmalaya berteman payung saat bepergian ke pasar atau surau untuk mengaji saat cuaca yang bersahabat di lingkungan yang masih terjaga. Lain dulu lain sekarang. Menurut Mak Cicih, perajin payung geulis di Payingkiran Indihiang Tasikmalaya si geulis kalah pamor setelah masuknya payung hitam dari Cina. Payung impor berbahan plastik ini memang lebih tahan lama bila dibandingkan dengan payung kertas berangka bambu ini.

Mak Cicih (82th) adalah generasi tertua perajin payung geulis. Meski berusia lanjut, Mak Cicih masih sangat produktif yaitu melukis 40 buah payung dalam sehari. Bersama menantunya Warsono, nenek ini tekun menjalankan usaha kerajinan payung dengan melayani pesanan untuk pasar lokal, Bandung dan Bali. Permintaan payung geulis memang tidak setinggi 30 tahun yang lalu karena saat ini fungsinya bergeser menjadi barang dekorasi.

Seni menjadi satu hal yang tidak bisa lepas dari payung geulis. Payung ini memiliki keunggulan dari segi tampilan yang kaya warna, rumit dan kompleksitas pembuatan yang tinggi. Satu buah payung geulis ini merupakan hasil kerjasama dari 7 orang perajin dengan spesialisasi berlainan yaitu pada proses pembuatan rangka, penjalinan, pemasangan kertas, pengecatan awal, melukis ornamen, pemasangan asesoris tambahan dan finishing. Rumit bukan?

Friday, December 12, 2008

Thursday, December 11, 2008

Puncak Festival Reog Ponorogo

Start:     Dec 29, '08 06:00a
End:     Dec 30, '08
Location:     Ponorogo

Payung Geulis & Hajat Sasih

Start:     Dec 6, '08 06:00a
End:     Dec 9, '08
Location:     Tasikmalaya, Singaparna & Kampung Naga

Suran Solo

Start:     Dec 28, '08 06:00a
Location:     Solo - Yosodipuran

Tasikmalaya, Singaparna dan Kampung Naga; prolog

Setelah dag dig dug karena tiket kereta yang baru bisa diperoleh saat hari H, akhirnya saya "nyepur" juga ke Tasikmalaya. Senang rasanya bisa jalan-jalan sekaligus kopdar dengan Teh Tini dan Kang Kankan, selain motret payung geulis Panyingkiran dan mojang geulis Leuwidahu. Liputannya Kang Kankan ada disini: http://kiskandar.multiply.com/photos/album/88/MPers_JOGYA_meet_TASIK_

http://kiskandar.multiply.com/photos/album/90/payung_geulis_tasikmalaya_mau_kemana..

Akhirnya saya juga bisa sedikit mengintip Hajat Sasih Kampung Naga. Meski awal ritual tertutup untuk umum, saya masih kebagian sisa prosesinya. Jadi nggak sia-sia menginap semalam di Singaparna dan nongkrong di terminal yang pagi itu sunyi senyap.

Terimakasih buat Pak Kuncen, Pak HenHen, Pak RT Risman atas ijinnya. Terimakasih juga atas makan siang nasi Bobokoh dan keramahanannya. Teh Ita, terimakasih sudah diperbolehkan melongok dapurnya.

ps: Foto-fotonya sedang dipilih-pilih, maklum tukang fotonya lagi belajar.

Wednesday, December 3, 2008

Gelo di Pabrik Gula




"Tuwas adoh-adoh teko jebule banyune wis buthek". (Sudah jauh-jauh datang, ternyata airnya sudah pekat-red).

Ini sepengal ungkapan kekecewaan seorang nenek di sebuah parit di belakang Pabrik Gula Madukismo pada tanggal 21 September lalu. Beliau tidak tahu bahwa hari itu ada hari terakhir proses giling. Tidak ada lagi air yang ”kemebul” alias berasap dan menurut mereka beraroma seperti “wedang sere”.

Awal puasa lalu, ribuan warga berendam di saluran pembuangan limbah yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit. Tidak hanya orang tua, remaja dan anak-anakpun membuat sesak parit-parit yang tiba-tiba menjadi arena pemandian dadakan. Meski larangan telah diserukan oleh berbagai pihak, sugesti tetap juara mengalahkan hasil uji lab dari Balai Penelitian Kesehatan Lingkungan (BPKL) yang memang datang terlambat.

Monday, December 1, 2008

Hajat Sasih; ada yang tahun jadwalnya ?

Setelah googling kesana kemari, ada info tentang upacara Hajat Sasih di Kampung Naga Tasikmalaya saat hari besar agama, Idul Fitri & Idul Adha.

Untuk Idul Adha tahun ini, apa ada yang tahun tanggal pastinya?