Seulas senyumnya sudah nampak dari kejauhan. Lebih tepatnya, saat ia datang dengan kotak kayu berisi tahu ceplus di ujung pintu loket museum kereta Ambarawa. Ya, dari kejauhan selain senyum dan suaranya yang empuk, tahu pong didalam kotak kaca dengan cabe rawit yang tertata rapi juga menjadi daya tarik tersendiri.
Sudah hampir 30 tahun Mbah Darmo berjualan tahu ceplus. Setiap pagi, anak ragilnya mengantar beliau ke Museum Kereta. Tempat ini memang menjadi salah satu primadona wisatawan dan surga bagi pedagang di kota Ambarawa selain Ngawen dan Rawapening.
"Anak kulo niko wau isuk muring-muring, kulo mboten angsal dodol malih," ujarnya sambil menepuk kotak tahu yang sedari tadi dipangku. "Ngisin-isini mungale," lanjutnya lagi sambil tersenyum. 6 orang anak mbah Darmo sudah mentas semuanya. Dari keenam anaknya, hanya satu orang yang masih tinggal bersamanya di desa Bawen, Ambarawa.
Mbah Darmo ternyata bandel. Beliau tetap tidak patuh pada permintaan anak-anaknya untuk tidak berjualan tahu keliling lagi. Mereka mengkhawatirkan kesehatan kakek dan kemungkinan penertiban oleh Satpol PP. Namun, bagi beliau yang terpenting adalah dengan pekerjaannya ini ia tidak merepotkan dan mengganggu orang lain. "Sing penting ora ngrusuhi liyan," ucap kakek 83 tahun ini mantap.
Selama tiga puluh tahun juga beliau setia menyunggi seratus buah tahu di dalam kotak jati seberat 10 kilo itu. "Sirah kulo ngantos mlenyok-mleyok," jelasnya sambil membuka topi yang bentuknya tak lagi proposional. Sebagian kulit kepala Mbah Darmo lecet. Meski sudah pasti perih, beliau tetap tersenyum.
Sesi obrolan yang paling menyenang dengan mbak Darmo saat beliau tiba-tiba memberikan sebuah kalimat wejangan pada saya dan mbak Ina sesaat sebelum kami berpamitan. "Pokoke mbak, nek nyambutgawe kudu jujur," ucapnya. Selain itu beliau juga meminta untuk mengingatkan beliau bila saja saya bertemu lagi dilain kesempatan karena penglihatannya tak lagi sempurna. "Mripat kulo pun blawur," terangnya beralasan.
trims Fit dah sharing..........menyentuh sekali dan semoga kita bisa mengambil pelajaran.
ReplyDeleteinsyaallah...
matur suwun mbah...
tahu ne kethok e enak:) seandainya semua 'nyambut gawe jujur seperti simbah....
ReplyDeletetonenya asyik fit pake apa ney?
ReplyDeleteyg menarik tu tatanan tahu plus lombok ijo ama merah fit rapi bgt...he he he ak juga pernah liat mbah darmo di ambarawa
ReplyDeletembahe ketoke nom2ane nggantheng deh
ReplyDeletewaaaa... fitri seedappp .. dulu aku jg pernah moto mbahe ini .. tapi ga sempat kenalan .. hehe
ReplyDeletelha wes gmn .. akunya ga bisa bhs jawa dgn baik dan benar ..
takut salah ngomong :p
keren fittt
keep uploaddd
trims juga karena bantuan uploadnya mas... :D
ReplyDeletepancen enak kok mbak..:D
ReplyDeletengolahnya cuma di mainin color tone, saturation nya aja. manual di photoimpression, makanya hasilnya ndak sama :D
ReplyDeleteiya bener itu.. simbah jadi eyecatching dari jauh..
ReplyDeleteho o mas, pasti dulu klo ada produser, pasti mbah Darmo sudah tenar ya? :D
ReplyDeletepadahal mbahnya fasih juga bahasa indonesia lho..:P..
ReplyDeleteayok, kesana lagi
fotonya dalaaaammmmm ....
ReplyDeletefoto dan narasinya saling melengkapi, kalo salah satu nggak ada rasanya jadi lain. :)
ReplyDeleteya Allah fit, aku jadi terharu....
ReplyDeletehehe..saya belum pede bercerita hanya dengan foto. fotonya belum bisa berbicara banyak mas.. hehe
ReplyDeletehaduh sedihnya liat mbah darmo.aku sering trenyuh liat orang setua mbah darmo masi bekerja.
ReplyDeleteternyata uang bukan segalanya,.....
ReplyDeletebukan..hanya salah satu efek penggembira bagi yang bisa benar2 merasakan...
ReplyDeleteIni namanya environmental portrait. Portrait yang melibatkan detail-detail tempat dia bekerja. Foto ini lebih informatif dibanding yang pertama.
ReplyDeleteDetail cabe digencet tahunya yahud!
thanks infonya mas..sip-sip jadi tambah ilmu.
ReplyDeleteYang ini menyentuh....tapi siapa dia?
ReplyDeleteiya, klo foto ini pasang sendiri tanpa narasi pasti pertanyaannya akan sama seperti pertanyaan mas Feri..
ReplyDeleteInget mbah darmo jadi inget ma Mr. X... hahahahah...
ReplyDeleteapa anak-anaknya tidak membelikannya sepeda atau gerobak, agar dia tidak selamanya menyunggi...
ReplyDeletemari berkenalan
beliaunya yang nggak mau.. lebih nyaman seperti itu katanya. Bisa jadi beliau tidak mau merepotkan.. mari jabat tangan
ReplyDelete