"Tuwas adoh-adoh teko jebule banyune wis buthek". (Sudah jauh-jauh datang, ternyata airnya sudah pekat-red).
Ini sepengal ungkapan kekecewaan seorang nenek di sebuah parit di belakang Pabrik Gula Madukismo pada tanggal 21 September lalu. Beliau tidak tahu bahwa hari itu ada hari terakhir proses giling. Tidak ada lagi air yang ”kemebul” alias berasap dan menurut mereka beraroma seperti “wedang sere”.
Awal puasa lalu, ribuan warga berendam di saluran pembuangan limbah yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit. Tidak hanya orang tua, remaja dan anak-anakpun membuat sesak parit-parit yang tiba-tiba menjadi arena pemandian dadakan. Meski larangan telah diserukan oleh berbagai pihak, sugesti tetap juara mengalahkan hasil uji lab dari Balai Penelitian Kesehatan Lingkungan (BPKL) yang memang datang terlambat.
mantap refleksinya.......ini yang ada orang meninggalnya itu ya?
ReplyDeleteiya mas, 3 orang meninggal.
ReplyDeletemati? keneng opo fit? kepanasan?
ReplyDeletecerak omahku disik juga ono pabrik gulo. yen pas giling saben sore kungkum. tapi saiki wis tutup pabrik gulone :(
wah apik refleksinya..
ReplyDeletewah kowe ya gelo ra netuk fotone ya..
ReplyDeletehehehehe
khasiate opo toh?
ReplyDeleteya paling enggak kalo ikut mandi disana jadi lebih manis :)
ReplyDeletefotonya asyik :-)
ReplyDeleteyou knew what i feel... hehehe..
ReplyDeletegubrakzzz *tuing tuing*
ReplyDeletegubrakzz *tuing tuing kepala puyeng*
ReplyDeletejadi bukan cm cerita isapan jempol ya? saya kira cerita parit madukismo itu gak beneran ada....
ReplyDeletebeneran mbak
ReplyDeleteSekarang ada kasus lg di PG Madukismo. Lagi-lagi masalah limbah, ikan milik warga mati keracunan.
ReplyDelete