06 November 2007, pada malam terakhir di sebuah pameran computer terbesar di jogja expo center.
Seorang kawan lama : Fitri ya?
Saya : Hey, iya kawan lama. Apa kabar?
Seorang kawan lama : Baik, sudah selesai kuliahnya?
Saya : Belum, masih kuliah..
Erghh, kenapa sih selalu pertanyaan standar ini yang muncul ? Apa nggak ada pertanyaan yang lebih kreatif lagi ya? Atau bisa jadi pola pertanyaan ini sudah terlanjur mendarah daging dan mengurat syaraf.
Tenanglah Fitri, tetaplah menjawab dengan jujur dan tersenyum. Bukankan kau sudah melalui fase sensi ? Dan dialogpun berlanjut.
Seorang kawan lama : Masih kuliah? Kok? (dengan wajah tak jelas, mata penuh selidik)
Saya lagi : Iya. Aku masih kuliah. Belum lulus. Sedang cuti dan belum sarjana. (seingat saya, wajah saya waktu menjawab dengan ikhlas )
Seorang kawan lama : Cuti ? (dengan nada melengking)
Saya : Iya, cuti.
Seorang kawan lama : Hamil ya ? (dengan nada penuh keyakinan)
Tenang dan sabarlah Fitri. Tetaplah menjawab dengan jujur dan kembali tersenyum. Tenang, tubuhmu ini juga nggak seperti orang hamil kok. Lantas apanya yang salah ya?
Saya : Oh, bukan. (tiba-tiba dipotong)
Seorang kawan lama : Ah, ngaku aja, pasti hamil ya ? (dengan volume dan nada semakin melengking)
Walah, tenan to..ada perulangan. Alhasil, tak sedikit yang menoleh. Rupanya, kata-kata ini tetap earcatching ditengah-tengah bisingnya ruang pameran. Pertanyaannya membuat saya semakin yakin bahwa perempuan ini sama sekali tidak kreatif. Pola pikirnya persis seperti sinetron remaja indonesia. Sempit sekali.
Ayo, perjelas semuanya. Jawablah dengan cerdas. Bila harus keluar, maka keluarkanlah emosi secara perlahan.
Saya : Sori ya, tebakannya salah. Aku nggak hamil. Tapi kerja.
Seorang kawan lama : Lha terus ngapain kok pake cuti? Kerja apa? (wajah dengan mosi tak percaya).
Nada suaranya masih nggak menggenakkan. Marai kupingku risi. Apakah perlu dijelaskan semuanya? Ah, meski sebenarnya saya jarang bercerita tentang pekerjaan. Bagi saya, kerja bukanlah konsumsi publik. Takut takabur. Tapi, ini beda. Dia keterlaluan. Terlalu monoton. Iki ra iso nek ming dinengke wae.
Saya : Iya, saya kerja. Jam kerjanya Senin sampai Jumat. Jadi, memang harus cuti. Jadi sekarang kuliahnya leren dulu. (penjelasan kecil dengan informasi padat).
Seorang kawan lama : Oh.
Aneh. Jawabannya pendek sekali. Cuma Oh. Padahal tadi dia sangat berapi-api. Seperti mercon rentengannya si Daffa. Nyalanya awalnya memang meyakinkan, namun sejurus lalu lerem dan mak klekep. Mungkinkah bukan jalaban itu yang diinginkan? Ah jangan suudzon, Tapi, tetap saja puas. SATU KOSONG. Kecele ya? Makanya jangan clemongan. Tidak semua orang cuti kuliah itu terus diasumsikan hamil.
07 November 2007, di tangga cantor. Asap marahnya masih bersisa. Agni, kawan kantor malah berkata beda ketika dia tahu ceritanya.
Agni : Nek aku jadi kamu meh tak jawab gini: Iya, ini malah yang kedua. Yang pertama, sudah jadi tapi diilangin dulu. Gitu Fit !
Saya : Walah, kok malah golek perkoro anyar to mas ?
Agni : Dijamin enggak, Malah pasti dia yang justru akan kisinan. Asal kita bener, bohong sisan ra masalah. Sirik jangan dilawan emosi.
Saya : Haha.. bener juga ya. Iya deh, besok tak jajale.