“Fit, kalau ke Lasem, jangan lupa mampir ke Klenteng dan Viharanya”, pesan Andik, teman MP saya ditelepon. Siap bos, petunjuk segera dilaksanakan.
Vihara Ratanavana Arama, Sendangcoyo Lasem, 11.12
Letaknya ada di bukit, dengan jalan sedikit memutar. Areal viharanya terhitung luas. Rupanya Vihara masih dalam proses renovasi dan pembangunan beberapa fasilitas peribadatan. Beberapa pekerjanya sibuk berkerja ditemani lagu dangdut pesisiran dari radio kecil dengan salon tambahan.
Di Vihara ini ada Patung Buddha dengan posisi tidur kesamping kanan dengan ukuran raksasa. Warnanya emas dan dilindungi bangunan kanopi sebagai naungan. Sayang saya kesulitan mengambil gambarnya dengan utuh.
Satu hal yang paling saya senangi ketika berkunjung ke Vihara adalah petuah-petuahnya. Sama seperti yang saya alami ketika ke Vipassana Graha di Lembang. Rasanya menjadi kecil dan kerdil.
Klenteng Poo An Bio, 12.01
Hanya sekejap, sekilas dan numpang lewat. Mengejar matahari dan dikejar mendung. Berputar menuju the Biggest & Oldest Klenteng in Lasem.
Klenteng Tri Murti Cu An Kiong, Jl. Dasun 19 Lasem, 12.09
Inilah kleteng tertua di Jawa. Usianya 600 tahun dengan ornamen khas berwarna merah. Klenteng ini terakhir dipugar pada tahun 1983. Klenteng ini khusus dipersembahkan untuk Mak Cong atau Dewa Laut. Didepan klenteng terdapat sebuah sungai. Konon, dulu sungai ini menjadi dermaga pendaratan kapal-kapal dari Cina dan Malaka. Lalu lintas perairannya ramai.
Seorang bapak penjaga Klenteng menemani kami berkeliling ke dalam area klenteng. Tak lupa beliau memberi rambu-rambu kepada kami. Sejuk dan magis dengan aroma hionya yang menyengat.
Desa Dadapan, Kecamatan Sedan Rembang, 14.04
Kunjungan ke desa ini memang sudah dijadwalkan. Kami akan bertandang ke desa tempat Mas Bembi dulu bekerja. Kami datang sengaja mendadak. Kami tidak ingin ada yang repot. Tapi meskipun kami tidak ingin ngrepoti, tetap saja kami tidak bisa menolak kebaikan mereka. Kebaikan pertama adalah rasa bersahabat mereka menerima kedatangan kami. Kebaikan kedua adalah kami langsung dianggap anak. Kebaikan ketiga adalah aneka suguhan yang sulit untuk ditolak.
Beruntun muncul dihadapan kami rejeki tersebut. Ronde pertama kelapa muda murni dengan batok kelapanya. Menyusul kemudian empat toples penganan lalu suguhan khas Rembang. Ialah sebaskom mangga arummanis yang habis petik, sebuah pisau, serbet dan semangkuk air untuk cuci tangan. Terakhir sang tuan rumahpun berkata, “Monggo lho dipun kedhapi“. “Nggih pak, kulo kedhapi, soale pelem e ket wau nggih sampun ngedepi“, ujar saya disusul tawa sang empunya rumah.
Setelah sholat, haha hihi dan bergilir menggendong Alim, kami pamit pulang. Tapi dicegah serentak oleh mereka. “Ampun wangsul riyin, tenggo sekedap“, pinta mereka. Pasti sedang ada aktivitas rahasia di dapur belakang.
Ketika yang lain sedang terlepap dalam siesta, saya pergi ke Dapur. Aduh, firasat saya benar. Dua orang wanita sedang sibuk dengan peralatan tempur mereka. Seorang memarut kelapa, seorang lagi bergulat dengan wajan memasak rica-rica.
Sambil duduk di amben dapur, tak lupa saya sms Dhimas, teman MP yang bernada pamer. Sudah pasti smspun berbalas kalimat penuh rasa iri. Hahaha… Tapi di satu smsnya, saya menjadi tahu bahwa desa yang saya kunjungi ini adalah desa pemilik cerita ’Mbok Rondo Dadapan’.
Segera saya mencari narasumber untuk ini. Dah, ternyata benar, didesa ini Mbok Rondo Dadapan memang menjadi living history. Menurut data demografis tentang janda yang diperoleh Bembipun membuat cerita ini lebih hidup. “Desa iki rondone pancen akeh Fit”, kata Bembi diikuti anggukan kepala beberapa warga desa. Kebanyakan janda adalah wanita yang menjanda karena tak tahan ditinggal terlalu lama suami menjadi TKI.
Setengah jam pun berlalu. Waktu yang cukup bagi Dhira, Indie, Kampang dan Apow untuk ngeluk boyok sambil menunggu matang hidangan. Makanan pun datang. Bau sambal terasi dalam cobek dan nasi liwet yang masih panas membangunkan mereka. Menu yang lengkap dengan Ayam Kampung bumbu Rica-rica, kerupuk pohung dan teh anget dengan bau sangit. Uh.. bener-bener mak nyoos. Perkenalkan, inilah menu terenak selama di Rembang versi saya.
membaca episode ini benar-benar bikin saya jadi lapar....
ReplyDeletehehehehe...:))
aaarrrgghhhh.....!!! tunggu pembalasanku....huh!! btw, tetep belum ketemu ama mangut ndas manyung kan?...dududu ;p
ReplyDeletehua..haha..ha.. satu kosong. Emang belum ketemu, soalnya si Manyungnya lagi pergi arisan sama Ibu Kartini.
ReplyDeletewaduh telat bacanya jeng fit.... kemarin keburu gak sempat bacar referensi dulu unik dan asiknya kota rembang.... internet disana lelet bange.... cuman bisa buat ym... akhirnya cuman menemukan kopi landoh, sate serepeh, dan lontong tuyuhan... 2 hari keliling rembang tak cukup tenyata huhaahhahaha... sayang juga ku cuman mengandalkan angkot dan bapak sopir colt yang baik hati.....
ReplyDelete