Jadwal semula, sesuai rembungan singkat lewat sms berantai, saya hendak ke Tlatar menyambung ke Rowo Seneng. Pertama adalah objek wisata air yang sedang naik daun di Boyolali. Kemudian akan disusul dengan wisata peternakan di kandang sapi perah, minum susu segar, makan bebek Pengging (bukan bebek
Judul besar jalan-jalannya adalah wisata kolesterol. Padahal tidak ada satupun dari anggota rombongan yang butuh program penggemukan badan. Tiga pria yang ikut, Irawan, Hendri dan Pak Sabar juga tidak bisa dibilang kurus. Malah berpontensi punya tas pinggang di depan. Dua mbakyu saya, Tyas dan Dewi malah justru harus diet. Apalagi saya, yang akhir-akhir ini selalu ribut milih baju sebelum berangkat kerja. Maklum hanya 1 dari 4 celana jeans saya yang muat.
Tentang jalan dan rute, awalnya kami sedikit lega, ada dua putra daerah Bajul Kesupen dalam rombongan. Setidaknya bisa meminimalisir acara kesasar dan kelangan enggok alias kehilangan arah. Meski demikian, kadang saya sering mensyukuri ritual tersebut. Tak jarang saya menjadi tahu atas hal diluar rencana. Dan hal ini juga terjadi diperjalanan ini. Kami urung ke Tlalar dan salah arah untuk Rowo Seneng. (Semula kami mengira lokasinya ada di Salatiga, padahal ada di Temanggung).
10.35, Sego Tumpang Mbok Nah, Jln. Raya Ampel Boyolali
Piknik kali ini dibuka dengan menu Sego Tumpang. Ini adalah warung favoritnya seorang kawan dan bundanya. ”Ini sego tumpang paling enak, yang di utara kantor itu nggak ada apa-apanya”, ujarnya berpromosi. ”Cincai lah, saya percaya, mari merapat Pak Sabar !” begitu kata saya. Berhubung jam makannya nanggung ( disebut sarapan sudah lewat, dimaksud makan siang juga enggak tepat), saya pesan nasi tumpang tanpa nasi.. Aneh ya?
Setelah menunggu 5 menit, terhidang didepan saya pecel tumpang. Pecelnya adalah kombinasi dua macam sayuran, yaitu daun pepaya dan adas pulowaras dengan sambal tempe semangit (tempe yang sangat matang dan berbau) dengan warna coklat abu-abu. Diatasnya ada 3 lauk yakni empal bacem yang diiris tipis, perkedel kentang sebesar telur ayam kampung dan tahu magel berbentuk segitiga. Tak lupa diatasnya ada taburan srundeng dan kerupuk legendar. Paket komplit ini seharga 6000 rupiah.
Awalnya saya sangat bersemangat, seperti teman-teman saya yang memang penyuka sayuran. Tapi lidah saya tak begitu cocok dengan sambal tumpangnya dan rasa tajam daun adas. Jadi, seperti biasanya, hanya lauk dan sedikit daun pepaya yang sama sekali tidak pahit yang terlahap. Nyuwun sewu, terpaksa makanan kali ini tidak habis.
10.50, Waluh Tengaran
”Beli pumpkin ya, ntn dibuat sop dan makan bareng-bareng”, kata Mbak Tyas sesaat setelah mobil memasuki daerah Tengaran. Ternyata, selain penghasil pepaya, wilayah Boyolali ke Salatiga adalah surga penggemar labu atau waluh. Disepanjang jalan banyak ditemui kios kecil dan rumah yang menjajakan labu, pepaya dan timun suri. Kami berhenti di kios terbesar dengan waluh-waluh raksasa. Soal harga, waluh tergolong buah sayuran yang murah. Buah waluh berukuran mediun yang kami beli dibanderol harga 15 ribu rupiah.
11.25, Petapaan Gedono Salatiga
Awalnya, perkiraan kami petapaan Gedono ini adalah entry gate menuju Rowo Seneng. Setelah mobil berjalan hampir 10 kilo, 6 kali berhenti bertanya, 2 kali telepon teman, kami yakin 100% bahwa kami salah jalan.
Halah, meski salah saya tetap bangga. Tak perlu getun atau menyesal. Kenapa? Diperhentian ke 6, saya bertemu dengan Ibu Sutini, petani alpukat mentega dan 2 gadis kecil Gedono. Sayang, lagi lagi saya lupa bertanya nama. Satu hal yang saya tahu mereka ramah dan rambutnya merah. Tapi yang jelas, mereka tampak sumringah ketika saya perlihatkan preview foto mereka dari layar LCD kamera. Dan saya juga cukup puas meski hanya mengintip area pertapaan Gedono yang saat itu tutup untuk umum. Desainnya unik dengan kapel di atas bukit.
12.30, Bukit Cinta Rowo Pening Ambarawa
Rencana kembali diatur. Kami tetap akan ke Rowo Seneng. Sesuai rute di peta wasiat saya, kami akan melewati Ambarawa. Tak ada salahnya untuk mampir di Bukit Cinta Rowo Pening. Bersua dengan petani enceng gondok yang siang itu sedang panen.
13.12, Jajan Serabi Nangka
Sebenarnya ada 2 aktivitas. Jajan serabi dan jajan nangka. Dulu, 10 tahun yang lalu, Serabi Nangka adalah penganan terkenal di jalan Magelang Ambarawa. Tapi serabi yang sekarang jauh lebih sederhana. Tidak ada lagi nangka dan daun pandan, tetapi berganti dengan pewarna makanan. Meski demikian setangkup serabi polos dengan santan gula jawa seharaga 1500 rupiah telah mengobati kerinduan kami.
14.00, Losari Coffee Plantation Magelang
Dari dulu saya pengen kesini. Mencicip kopi di resort perbatasan Magelang Salatiga yang pernah diinapi pak SBY beberapa waktu lalu. Seenak apa sih kopinya? Maklum, saya dulu adalah coffee addict, yang selalu ngopi saban subuh.
Losari, bagi saya tempat ini penuh misteri. Pertama karena ada peraturan bahwa tamu tidak diperkenankan memotret. ”Hmm..dari dulu ya, tapi kok Pak SBY boleh foto” ? tanya saya dengan nada protes kepada seorang karyawan. Huh, ini nggak adil !!!
Kedua, kenapa harganya kelewat mahal? Mata kami saling beradu begitu melihat daftar menu yang disodorkan dimeja. ”Untung saja, Ibu saya tidak ikut”, bisik saya kepada mbak Tyas. Sudah pasti beliau akan kaget, kamitenggengen dan langsung mengajak pergi setelah melihat harga di daftar menunya.
Untung saja, perut belum lapar. Kami hanya mengorder 5 cangkir Kopi Losari, segelas Sorbet Lemon Mint dan segelas Kawista Soda. Sebelumnya mbak Tyas hampir saja memesan lumpia. Tapi batal setelah saya berargumen bahwa 65 ribu rupiah plus PPN 10% adalah harga yang tidak wajar untuk 2 pcs lumpia.
Hutan Pinus Kandangan
Saya mengalami dejavu.. seperti di Lembang. Pohon-pohon pinus nan ramping dan menjulang. Bau getahnya masih tajam. Ah, saatnya berfoto ala film india. Saling berlindung dan mengintip dibalik batang pohonnya.
17.00, Pertapaan St. Maria Rowo Seneng
Harus bergerak cepat. Sebentar lagi akan ada misa. Untung ada penjaga yang masih bersedia melayani di koperasi kecilnya. Semuanya produksi sendiri oleh para frater. Ada Kastengel, Katetong Keju dan Roti Pisang Keju. Ia pun memperbolehkan kami masuk untuk menyapa sapi-sapi perah mereka. Ada Monika, Veronika dan Bambang. (Nama yang terakhir sebentar lagi akan berganti menjadi Bartholomeus menyusul diberikannya nama permandian)
19.00, Magelang
Wahhh... kebetulan december ini mau pulang kampung and pengen motret di daerah sini... ada hasil foto2nya mbak ?? pengen liat lokasiny aja.. :)
ReplyDeleteada mas, tunggu ya..
ReplyDeletewaaah....pengen...pengen nee napak tilas tripnya ! :-)
ReplyDeletefoto???mana???
ReplyDeleteFitri, saya Yansen.
ReplyDeleteLagi peingin bikin trip ke Pertapaan Rowo Seneng nih. Bisa bantu gak itu kalau mau kesana gimana caranya kalau dari Yogya dan juga dari Semarang. Mana yang lebih dekat dan enak.
Sama fotonya ada gak ?