Di ladang tebu tepat di belakang Madukismo ini saya dan Mas Doni bertemu Pak Rohmat, seorang penebas tebu lepas. Bapak berkaus orange ini sudah hampir setengah hari disengat matahari. Beliau dengan sekitar 30 orang kawannya datang dari Tretep Temanggung. Sebagian kecil dari mereka berasal dari Magelang.
Bulan Mei sampai September adalah bulan rejekinya para penebas tebu. Pak Rohmat misalnya, beliau datang dari Temanggung ke Madukismo untuk memperoleh upah kotor sekitar Rp. 500.000/bulan. Upah tersebut masih akan dipotong ongkos Temanggung Yogya pulang pergi Rp. 60.000, biaya makan dan rokok selama mburuh. “Keno nggo sangu sekolah anak,” ucapnya sambil tersenyum.
Sebagai penebas tebu, ada tiga hal yang menjadi kawan dekat para penebas ini. Mereka adalah getah yang menghitamkan tangan, lugut atau duri halus pada batang tebu dan panas yang membuat keringat semakin deras mengucur. Tak ada sarung tangan dan hanya sedikit yang beralas kaki. Mayoritas nyeker. ”Malah angel mbak, rakulino,” jawab mereka berbarengan saat saya tanya tentang sandal.
Pekerjaan ini, meskipun berat tetap menjadi primadona. Hampir 90% warga Tretep Temanggung usia 15 s/d 35 tahun bekerja sebagai penebas tebu. ”Nek tuwo ra kuat awakke, kudu rosa soale gaweanne abot,” ujar mereka sambil terus bekerja. Setelah mas panen usai, mereka kembali mencari pekerjaan lain seperti menjadi buruh bangunan & petani tembakau. Tak sedikit pula yang menganggur.
Jangan bayangkan ada sepiring camilan atau segelas teh nasgitel buat mereka. Saat haus menyergap, tersedia satu jerigen air teh dan air putih untuk bersama. Setidaknya, minuman tersebut harus cukup untuk 30 penebas, seorang mandor dan supir truk. Mereka menyebutnya dengan istilah “Teh Es”, meski sebenarnya hanya teh semi pahit tanpa butiran es sama sekali. Maklum, cuaca yang panas membuat seteguk teh dari jerigen dan ceret ini seolah-olah dingin.
Selain itu ada juga rokok dengan bau khas yang menyengat. Rokok para penebas memang bukan rokok filter dengan iklan yang berbiaya tinggi itu. Tapi rokok lintingan dengan ramuan khusus cengkeh, klembak dan kemenyan.
hati-hati kena ular fit...
ReplyDeleteini ku suka
ReplyDeletepas cilik suka minta si mbah ngambilin tebu di sawah......
ReplyDeletetrus yang moto?
ReplyDeletehehe.. kata bapaknya, klo nemu ular malah lumayan.. 50 ribu per ular.. , sayang kemarin ndak ketemu
ReplyDeleteyang motret khusus ini namanya mas doni ..
ReplyDeletemanis2 ga tebunya? :))
ReplyDeleteini salah satu favorit saya.. beliau terlihat sangat menikmati hisapan rokoknya
ReplyDeletemanis.. plus bau legit dari pabrik.. mau?
ReplyDeleteklo inget tebu inget Lori........
ReplyDeletebarus nih anglenya...
ReplyDeletekeren...
wah mesti sambi njaluk tebu ya mbak... :D
ReplyDeletepas ketemu bapak ini diajak salaman, tangan ikutan kotor, trus abis itu ditawarin pisang goreng, kl gak dimakan gak enak sama bapaknya..... trus akhirnya terpaksa dimakan deh :)
ReplyDeletekemarin sempet main di tempat timbangan tebu di pabrik.. saat tebu berpindah dari truk ke lori..
ReplyDeleteiya, framing ala doni tole..
ReplyDeleteah sayangnya kemarin ndak ada pisang goreng,..cuma ada teh, air putih dan rokok menyan...
ReplyDeleteweh, fotonya pak rt nih?
ReplyDeletekok nggak dibikin bw lagi, Mbak....?
ReplyDeletehehe..iya..pak RT yang sekarang ada di jakarta.. huhuhu
ReplyDeletelg kesed mas sayanya..:D
ReplyDeleteNice...
ReplyDeleteanglenya kurang pas ya?
ReplyDeletecari adegan yg mereka terlihat betul2 tereksploitasi tenaganya...detail-detail...otot...sorot mata...pakaian...keringat dll
ReplyDeleteFotonya Kuat2 Sekali.........Suka dengan Natural Tonenya
ReplyDeleteiya, selain itu jempol sibapak juga kepotong
ReplyDeletesip.. dicatet. kemarin memang luput di detailnya..
ReplyDeletemakasih mas.. :D
ReplyDeletetapi malah bagus berwarna gini, biar keliatan abis derep
ReplyDelete