Thursday, June 19, 2008

Di sebuah Ladang Tebu di belakang Madukismo




Di ladang tebu tepat di belakang Madukismo ini saya dan Mas Doni bertemu Pak Rohmat, seorang penebas tebu lepas. Bapak berkaus orange ini sudah hampir setengah hari disengat matahari. Beliau dengan sekitar 30 orang kawannya datang dari Tretep Temanggung. Sebagian kecil dari mereka berasal dari Magelang.

Bulan Mei sampai September adalah bulan rejekinya para penebas tebu. Pak Rohmat misalnya, beliau datang dari Temanggung ke Madukismo untuk memperoleh upah kotor sekitar Rp. 500.000/bulan. Upah tersebut masih akan dipotong ongkos Temanggung Yogya pulang pergi Rp. 60.000, biaya makan dan rokok selama mburuh. “Keno nggo sangu sekolah anak,” ucapnya sambil tersenyum.

Sebagai penebas tebu, ada tiga hal yang menjadi kawan dekat para penebas ini. Mereka adalah getah yang menghitamkan tangan, lugut atau duri halus pada batang tebu dan panas yang membuat keringat semakin deras mengucur. Tak ada sarung tangan dan hanya sedikit yang beralas kaki. Mayoritas nyeker. ”Malah angel mbak, rakulino,” jawab mereka berbarengan saat saya tanya tentang sandal.

Pekerjaan ini, meskipun berat tetap menjadi primadona. Hampir 90% warga Tretep Temanggung usia 15 s/d 35 tahun bekerja sebagai penebas tebu. ”Nek tuwo ra kuat awakke, kudu rosa soale gaweanne abot,” ujar mereka sambil terus bekerja. Setelah mas panen usai, mereka kembali mencari pekerjaan lain seperti menjadi buruh bangunan & petani tembakau. Tak sedikit pula yang menganggur.

Jangan bayangkan ada sepiring camilan atau segelas teh nasgitel buat mereka. Saat haus menyergap, tersedia satu jerigen air teh dan air putih untuk bersama. Setidaknya, minuman tersebut harus cukup untuk 30 penebas, seorang mandor dan supir truk. Mereka menyebutnya dengan istilah “Teh Es”, meski sebenarnya hanya teh semi pahit tanpa butiran es sama sekali. Maklum, cuaca yang panas membuat seteguk teh dari jerigen dan ceret ini seolah-olah dingin.

Selain itu ada juga rokok dengan bau khas yang menyengat. Rokok para penebas memang bukan rokok filter dengan iklan yang berbiaya tinggi itu. Tapi rokok lintingan dengan ramuan khusus cengkeh, klembak dan kemenyan.

28 comments:

  1. pas cilik suka minta si mbah ngambilin tebu di sawah......

    ReplyDelete
  2. hehe.. kata bapaknya, klo nemu ular malah lumayan.. 50 ribu per ular.. , sayang kemarin ndak ketemu

    ReplyDelete
  3. yang motret khusus ini namanya mas doni ..

    ReplyDelete
  4. ini salah satu favorit saya.. beliau terlihat sangat menikmati hisapan rokoknya

    ReplyDelete
  5. manis.. plus bau legit dari pabrik.. mau?

    ReplyDelete
  6. klo inget tebu inget Lori........

    ReplyDelete
  7. wah mesti sambi njaluk tebu ya mbak... :D

    ReplyDelete
  8. pas ketemu bapak ini diajak salaman, tangan ikutan kotor, trus abis itu ditawarin pisang goreng, kl gak dimakan gak enak sama bapaknya..... trus akhirnya terpaksa dimakan deh :)

    ReplyDelete
  9. kemarin sempet main di tempat timbangan tebu di pabrik.. saat tebu berpindah dari truk ke lori..

    ReplyDelete
  10. ah sayangnya kemarin ndak ada pisang goreng,..cuma ada teh, air putih dan rokok menyan...

    ReplyDelete
  11. kok nggak dibikin bw lagi, Mbak....?

    ReplyDelete
  12. hehe..iya..pak RT yang sekarang ada di jakarta.. huhuhu

    ReplyDelete
  13. cari adegan yg mereka terlihat betul2 tereksploitasi tenaganya...detail-detail...otot...sorot mata...pakaian...keringat dll

    ReplyDelete
  14. Fotonya Kuat2 Sekali.........Suka dengan Natural Tonenya

    ReplyDelete
  15. iya, selain itu jempol sibapak juga kepotong

    ReplyDelete
  16. sip.. dicatet. kemarin memang luput di detailnya..

    ReplyDelete
  17. tapi malah bagus berwarna gini, biar keliatan abis derep

    ReplyDelete