“Wis nyicil ayem mbak,” ujar Kusuma Ayu, sesaat di lobi Societet Militer TBY Selasa malam (5/8). Ayu, selama 2 bulan terakhir ini menjelma menjadi sosok lain bernama Rosiana. Ia adalah pemeran utama pertunjukan ”Teater Deleilah; tak ingin pulang dari pesta” yang menjadi acara penutup Festival Kesenian Yogyakarta 2008.
Bersama 7 waria lainnya dan pemain teater muda kota Yogya, mereka menyajikan konsep yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Sebuah suguhan pentas teater dengan memadukan kebolehan dalam olah tubuh, akting dan olah vokal. Hal ini patut dibanggakan setelah hampir selama 3 tahun terakhir hanya terlibat di FKY adalah sebagai peserta pawai pembukaan dan mengisi panggung pasar seni dengan lomba karaoke dan fashion show. 2 acara yang sayangnya masih saja diselingi dengan suara-suara dan terikan tak cerdas dari para penonton.
Sesuai harapan banyak orang, pada pertunjukan perdana khusus untuk undangan dan media semalam, suara-suara tersebut tak lagi terdengar (tentu saja semoga juga tidak terdengar pada 2 malam berikutnya dan waktu-waktu kedepan-fit). Justru yang menggema adalah ucapan selamat atas kepiawaian mereka beraksi diatas panggung. Ayu menuturkan bahwa pentas kali ini memang dipersiapkan dengan matang. 2 bulan mereka giat berlatih. Keseriusan tersebut selain sebagai bentuk totalitas dalam berkesenian tetapi juga sebagai usaha advokasi pada kelompok transseksual.
Semakin terbukanya masyarakat pada kaum waria melalui akses media dan advokasi memang menjadi jalan untuk meluruskan pandangan minor yang ada selama ini. Ayu mengatakan bahwa selama ini stigma di masyarakat adalah waria hanya bisa ada di jalanan alias cebongan. ”Sebenernya kita tuh juga punya potensi untuk akting dan nyanyi,” jelas Ayu kemudian.
Teater Deleilah besutan Joned Suryatmoko menghadirkan cerita tentang perjuangan hidup 3 biduan cantik Happy (diperankan oleh Arum Marischa), Rosi dan Luna (Maria Alda Novika) di Cafe Metro. Cafe ini berarti banyak bagi perbaikan ekonomi dan status mereka di kalangan sesama waria. Happy, Rosi dan Luna menjadi primadona dan magnet untuk menarik pelanggan.
Konflik muncul ketika Metro terancam diubah menjadi bioskop dan memaksa ketiganya melakukan exit strategy. Happy memilih berkonsentrasi dengan paguyuban waria yang pelan-pelan bisa menjadi media advokasi paling mujarab dibanding LSM abal-abal. Luna hijrah ke Jakarta dan moncer sebagai perancang busana. Sedangkan Rosi tetap tinggal di Yogyakarta dengan tetap sebagai penyanyi tunggal.
Bagian yang paling menarik dari Teater Deleilah adalah potongan cerita flash back dari kehidupan masa lalu Happy, Rosi dan Luna. Skenario Puthut EA menggambarkan secara serius tentang pelecehan dan kekerasan yang dialami oleh ketiganya pada masa kecil dan remaja. Misalnya saja saat Happy remaja dipaksa untuk melakukan oral seks oleh laki-laki dewasa yang berdalih akan mengajarinya main Gitar. Dan bisa jadi, omongan-omongan tak cerdas yang ada selama ini terhadap kaum waria karena masyarakat tidak pernah mengetahui sebab akibat yang dialami.
ps: fotonya menyusul/free pass with assignment for www.trulyjogja.com/dan saya sempat salah masuk gedung
Pentas ini wajib ditonton tgl 6 atau 7 Agustus 2008, real show pasti lebih seru dengan penonton yg banyak. Silahkan reservasi tiket agar tidak kehabisan di (0274) 587712.
mbok ada yang nyuting trus ditaro di you tube ya:)
ReplyDeletesalah masuk gedung?????..... wakakakakakakk... =)
ReplyDelete*damn! pengen FKY! :(
Ati2 ya nduk..
ReplyDeleteJangan salah masuk gedung..
Hobi kok nyasar..:D
*inget pengalaman sama2 nyasar di Sby*
iya, penyakitku yang parah kedua selain sering salah kostum..
ReplyDeleteliat sedikit foto saya aja mbak... hehe, meski over & shaking
ReplyDelete30 menitan duduk manis di concert hall TBY, lgsadar pas gending pembukanya jawatimuran... huaahaa
ReplyDeleteFKY masih ada tahun depan...