
Sebagian warga menunggu upacara Hajat Sasih di depan Patemon
Dari ketinggian, tepatnya di kampung Rancak yang tepat berada di atas kampung Naga, saya melihat sepintas upacara Hajat Sasih. Terlihat belasan pria berjubah putih berjalan beriringan menuju arah barat kampung yaitu pada makam Eyang Singaparna yang terletak di hutan keramat Leuweung Larangan.
Sementara itu, puluhan warga Kampung Naga Luar yang kebanyakan kaum perempuan mulai berdatangan dengan membawa keranjang nasi berisi tumpeng Sisihan. Kampung Naga Luar adalah sebutan bagi para warga kampung Naga yang tinggal di luar kampung Naga. Mereka tersebar di beberapa kampung di kecamatan kecamatan Salawu, Tasikmalaya, Jawa Barat.
Hajat Sasih adalah upacara untuk seluruh warga kampung Naga, baik dalam maupun luar. Pelaksanaan Hajat Sasih bertepatan dengan perayaan hari-hari besar agama Islam yaitu pada bulan Muharam, Maulud, Rewah, Syawal dan Rayagung sebagai wujud harmonisasi adat dan agama di kampung yang memiliki 109 bangunan rumah ini.
Ada 3 hal yang selalu melekat di Kampung Naga yaitu amanat, wasiat dan akibat. Upacara Hajat Sasih adalah salah satu amanat yang diberikan oleh Leluhur Eyang Singaparna. Sedangkan penolakan listrik dan jalan memang diambil untuk mencegah timbulnya akibat kecemburuan sosial antar warga yang berjumlah 314 penduduk ini.
Serangkaian upacara inti Hajat Sasih dilakukan di sungai Ciwulan, masjid, Bumi Ageung (adalah tempat penyimpanan pusaka yang menjadi satu-satunya bangunan tidak boleh didokumentasikan), dan makam selesai tepat sebelum Dhuzur. Berakhirnya prosesi inti ini berbarengan dengan siapnya sajian nasi tumpeng Bobokoh oleh para ibu di Kampung Naga Dalam dan nasi tumpeng Sisihan dari warga kampung Naga Luar.
Para warga berkumpul di halaman masjid menunggu waktu sholat. Setelah beduk ditabuh, kuncen dan lebai berwudhu di pancuran berpipa 3 yang terletak diantara masjid dan patemon (balai tempat pertemuan warga). Tak lama berselang, seorang wanita paruh baya dengan baju kemben dan kain merah yang disebut patunggon datang membawa kendi berisi air untuk kemudian diberikan kepada kuncen yang ada di dalam masjid. Setelah patunggon masuk, para warga bergiliran dan memasukkan tumpeng secara berantai melewati jendela di samping kanan dan kiri masjid. Kurang dari 5 menit, seratus lebih tumpeng telah berpindahkan ke dalam masjid.
Dari luar masjid, lirih terdengar Al Fatihah selesai dibacakan sebagai tanda berakhirnya upacara Hajat Sasih. Tumpeng-tumpeng yang telah didoakan pun bergiliran keluar dari masjid untuk segera disantap oleh seluruh warga.
ps: specially upload to my online guide masopang..